Selasa, 21 Mei 2013

Integrasi Otak Kiri dan Kanan di Future Leader Summit 2013

Puluhan anak muda Indonesia, dari berbagai kampus, berbagi cerita, pengalaman dan mimpi di Future Leader Summit (FLS) 2013. Acara yang digagas oleh Organisasi Kepemudaan Pemimpin Nusantara ini berlangsung meriah.  FLS berlangsung dari tanggal 18 - 19 Mei 2013 di Semarang.

FLS sebagai wadah berbagi dan berjejaring anak muda Indonesia ini sangat menarik. Berbagai isu yang tumbuh di masyarakat seperti lingkungan, pendidikan, kesehatan, hal asasi manusia, pengembangan bisnis serta seni budaya dibahas dan dikupas bersama para praktisi di bidangnya. 

Dalam kegiatan ini Hendra Aquan, Direktur TRASHI mendapat kesempatan untuk berbagi pengalaman ber komunitas di sesi Room Environment. Sesi yang berlangsung selama 90 menit ini mengajak para mahasiswa untuk berpikir kritis dan kreatif menggunakan mind map.

Tahukah Anda, otak manusia merupakan bagian tubuh manusia yang paling berharga. Berbagai pengetahuan manusia bisa tercipta melalui pemberdayaan maksimal fungsi otak. Namun pada kehidupan nyata, fungsi otak tersebut belum dimanfaatkan secara penuh. Mind map adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengelola dan menampilkan ide dalam bentuk yang sederhana dan mudah dipahami orang lain.

Pada sesi ini, Hendra mengajak peserta untuk menggunakan fungsi otak kiri dan kanan dengan bermain, mendengarkan musik dan menggambar simbol sederhana. Cara praktis tersebut dipakai untuk memicu kerjasama antara otak kiri yang berpikir logis dan tertata dengan otak kanan yang berpikir secara khayalan dan mencipta. Selain itu, peserta juga diajak mengumpulkan ide sebanyak mungkin dengan bermain imajinasi tentang pemanfaatan plastik kresek, sapu lidi dan serbuk kayu. 

Tahap selanjutnya, peserta diajak membuat mind map rencana kegiatan pasca FLS 2013. Dalam waktu 20 menit, 5 kelompok kerja di room environment ternyata mampu memaksimalkan potensi otak kiri dan kanan mereka. Terbukti dalam waktu singkat, berbagai gagasan dan rencana kegiatan dengan mudah mengalir dalam bentuk gambar berwarna yang menarik.

Ide para peserta ini cukup beragam, mulai dari pemanfaatan ilmu teknis untuk pengelolaan limbah kota, pendampingan para kelompok petani dalam pemanfaatan pestisida organik hingga pengembangan desa agrowisata. Proses belajar yang berlangsung singkat ini harapannya bisa menjadi pemacu semangat belajar mahasiswa untuk mengembangkan ide kegiatan dan berbagi ilmu melalui kegiatan praktis di masyarakat. (Hendra Aquan - Direktur TRASHI).







Rabu, 15 Mei 2013

Berlatih Dongeng Bareng JUKI and Friends : Cerita 2

Ilustrasi: Pemanduan Siswa SD Bellarminus di SMMA (Foto: Eci Desi)

Pelatihan dongeng bersama TRASHI dan RPA memasuki minggu kedua. Belajar dari pengalaman minggu sebelumya, kali ini saya berangkat lebih pagi dan langsung menuju ke  lokasi RPA. Ternyata saya tiba lebih awal bersama dua orang anak SMA yaitu Nurul dan Oppy. 

Pada pertemuan ini, kami lanjut ke materi berikutnya, yaitu persiapan mendongeng. Justru di sini lah sumber masalahnya. Saya belum membaca buku dongeng yang telah diberikan atau membuat dongeng yang menjadi tugas minggu lalu. Sebenarnya bukan karena saya malas. Soalnya tidak ada waktu untuk membuat, karena banyak tugas kerja yang menumpuk minggu lalu. Jadi tidak sempat membaca atau membuat dongeng. 

Alhasil saya dinasehati habis-habisan oleh Kak Salma. Sejurus kemudian saya disuruh mengulang perkenalan JUKI sampai beberapa kali  dengan suara saya yang "medhog" dan suara seperti membentak waktu mengucapkan "HAI! Teman-Teman!" Alasan lain yang membuat perkenalan itu sangat menantang, karena ada 2 anak bimbingan kak Salma bernama Baim dan Lala yang ikut hadir saat itu. Peristiwa itu seperti memaksa saya seperti mau membenturkan wajah ke tembok saking malunya.

Di balik cerita sedih itu, saya kagum dengan Baim dan Lala. Mereka mampu mendongeng dengan lihainya. Tidak hanya mendongeng, keahlian mereka berjualan juga patut diacungi jempol. Tentunya yang mereka jual adalah produk "JUKI and friends." 

Pada pertemuan minggu ketiga akan dilakukan di Pondok Gede. Percaya atau tidak, pada acara yang lumayan ramai nanti, ternyata disiapkan oleh Baim dan Lala, wah... hebat sekali talenta mereka. Rekan pelatihan saya yang lain, Nurul dan Oppy ternyata jago mendongeng semua. Dongeng yang disiapkan dan cara mendongeng mereka bagus-bagus semua. Tinggal giliran saya yang harus memperbaiki salam "HAI! Teman-Teman!" dan mengurangi logat "medhog."

Sekian cerita pengalaman saya di Pelatihan Mendongeng. Semoga terhibur. Teman-teman yang mau ikut acara mendongeng di Pondok Gede pada 26 Mei 2013, silahkan hubungi Kak Ucup di 083875480263.

Penulis: Reynaldi Prasetyohari, peserta pelatihan dongeng TRASHI dan RPA

Senin, 13 Mei 2013

Berlatih Dongeng Bareng JUKI and Friends : Cerita 1

Ilustrasi: Aksi Panggung Kak Dwi Dongeng Kanvas
saat melakukan Dongeng di Ciliwung
Perkenalkan, nama saya Reynaldi Prasetyohari. Nama panggung saya Aldi. Dalam tulisan ini saya akan bercerita pengalaman mendongeng. Pelatihan dongeng ini digagas oleh bersama TRASHI (Transformasi Hijau) dan RPA (Rumah Pohon Activity). Pelatihan yang sudah berjalan selama dua minggu ini menyimpan banyak sekali pengalaman baru. Mau tahu seperti apa? Simak tulisan saya berikut ini.

Minggu (5/5) pelatihan pertama dijadwalkan pada pukul 9. Mengingat saya tinggal di daerah Cempaka Baru, dan lokasi pelatihan berada di sekretariat Rumah Pohon Activity di daerah Jl. Tambak II Komplek Inkoppol, maka saya harus berangkat lebih awal agar terhindar dari macet. Jam menunjukkan pukul 6.30 ketika saya berangkat untuk bertemu dengan salah satu pengurus TRASHI, kak Yusuf atau biasa dipanggil kak Ucup.

Setibanya di tempat yang sudah disepakati, saya bertemu Kak Ucup dan Kak Ulfah, bersama dengan dua orang siswa SMA yang juga menjadi peserta pelatihan dongeng ini. Belakangan baru saya tahu, ternyata mereka juga ikut pelatihan dongeng juga. Setelah semua berkumpul, yang mayoritas adalah cewek, kecuali saya dan kak Ucup, kami kemudian mengarah menuju sekretariat RPA. 

Perjalanan menuju ke lokasi pelatihan dari shelter transjakarta Matraman 1 bisa dengan bemo, kemudian turun di Inkoppol. Melihat hari semakin siang, akhirnya kami putuskan berangkat dengan bajaj. Ini adalah kali pertama saya naik bajaj beramai-ramai. Bajaj sekecil itu bisa juga menampung kami semua. 

Setibanya di RPA, kami sudah dinanti oleh Kak Salma, dia yang menjadi pelatih kami. Pada sesi awal lalu, kami dijelaskan berbagai teknik mendongeng, mulai dari perkenalan, ilmu dongeng, sampai cara mengeluarkan intonasi nada khas pendongeng. Kak Salma orangnya ternyata menyenangkan. Dia tahu banyak mengenai sejarah hewan Indonesia. Dia juga ahli membuat aksesoris dan kerajinan tangan lainnya. Kemudian, dia juga membuat buku dongeng dan aksesoris yang bernama "JUKI and Friends" . Sekalian mengingatkan, jangan lupa membelinya ya :D.

Setelah ngobrol panjang lebar, kami diberi satu set boneka jari beserta buku dongeng. Di situ kita harus memahami benar cerita yang ada di buku dongeng tersebut. Langkah selanjutnya, kami secara bergantian memperkenalkan tokoh utama JUKI and friends, yaitu "JUKI si jerapah PERIANG !!!" (mengambil cuplikan perkenalan tokoh JUKI :P). 

Saat itu saya masih gugup, karena harus berekspresi riang seperti JUKI. Padahal sejak lahir, saya ini berwajah sayu (baca: ngantuk). Tiba-tiba saja hari itu harus berekspresi riang. Wah, ini X-factor sekali buat saya. Saat perkenalan, logat Jawa saya yang kental (baca: medhog), terdengar sangat jelas, sebening kristal. Berkali-kali saya diingatkan Kak Salma, tapi mau bagaimana lagi? Kalau sudah lama di Jawa ya inilah resikonya. 

Selain logat bicara saya yang dikritisi,cara perkenalan saya juga, kata Kak Salma seperti mau membentak orang. Padahal saya tidak bermaksud seperti itu.. hehehe. Menurut saya, semua peserta pelatihan dongeng yang semuanya cewek, hasilnya nampak bagus semua, kecuali saya. (Bersambung ke Berlatih Dongeng Bareng TRASHI dan JUKI and Friends : Cerita 2)

Penulis: Reynaldi Prasetyohari, peserta pelatihan dongeng TRASHI dan RPA


Sabtu, 11 Mei 2013

Sulap Air Ciliwung di Greenovation UI


Aksi sulap air Ciliwung di Perpustakaan Pusat UI
(Video: Andrey Banyudoyo)
Permainan sulap kali ini bercerita tentang perjalanan air Ciliwung yang dibawakan oleh Fajar Subyakto dan saya. Permainan ini ditampilkan dengan segelas air bening yang diumpamakan sebagai kondisi Ciliwung di masa lalu yang masih jernih belum tercemar. 

Air dalam gelas itu kemudian dimasukkan ke dalam koran. Secara misterius, tiba-tiba air menghilang. Koran adalah gambaran dari perjalanan waktu. Pada saat air dikeluarkan dari koran, air berubah sangat keruh seperti penampakan Ciliwung sekarang. Kondisi ini menggambarkan pencemaran yang terjadi selama berpuluh tahun di sepanjang aliran Ciliwung. Pencemaran ini mulai dari limbah rumah tangga, limbah pabrik hingga tumpukan sampah plastik dan styrofoam yang sangat mudah ditemui di sepanjang alirannya. Lalu kemudian, di tangan saya air itu disulap kembali jernih. 

Melalui sulap ini, pesan yang disampaikan bahwa kita mampu mengembalikan air Ciliwung dengan tangan kita asal kita ada komitmen dan mau melakukannya secara bersama. (Yusuf Garuda - Koordinator Volunteer TRASHI)

NB:
Video pertunjukkan sulap sila kunjungi http://youtu.be/1NBrLqL9zyo

Atraksi sulap untuk kali Ciliwung (Jakarta Community)

 

Jumat, 10 Mei 2013

TRASHI dan Sulap Ciliwung : Cerita 2

Yusuf memberi penjelasan kepada pengunjung
di stand TRASHI di Greenovation UI

Penyelenggaraan Greenovation hari kedua, Faiz seorang pesulap kartu (Cardistry) ikut membantu menjaga stand. Bahkan tidak hanya berdua saja, kami jadinya bertiga dengan datangnya Adnan, seorang mahasiswa UI. Adnan ini adalah teman bermain sulap Faiz.

Di saat mereka berkumpul, maka bisa dipastikan trik permainan sulap pun akan mengalir dengan lancar dari tangan-tangan terampil mereka. Sementara itu, saya mengerjakan tugas, menerangkan tentang kegiatan TRASHI dan berbagi pengalaman tentang kegiatan lingkungan. Pada kesempatan ini, saya ikut mempromosikan kegiatan yang saat ini sedang dilakukan oleh TRASHI bekerjasama dengan PERTAMINA, yaitu twit dengan tagar #100jutapohon. 

Program twit #100jutapohon ini merupakan kegiatan lingkungan yang unik dan mudah diikuti. Setiap kita melakukan 2 twit dengan #100jutapohon, akan dikonversi menjadi 1 buah bibit tanaman. Mudah bukan? Program ini akan berjalan hingga Desember 2013. Jadi teman-teman yang mau ikutan go green via twitter jangan ragu untuk menggunakan #100jutapohon.

Permainan sulap yang seharusnya diadakan pukul 15.30 WIB dimajukan menjadi pukul 15.00 WIB karena gelagat langit yang mulai nampak mendung. Permainan sulap kali ini bercerita tentang perjalanan air Ciliwung yang dibawakan oleh Fajar Subyakto dan saya. Permainan ini ditampilkan dengan segelas air bening yang diumpamakan sebagai kondisi Ciliwung di masa lalu yang masih jernih belum tercemar. 

Air dalam gelas itu kemudian dimasukkan ke dalam koran. Secara misterius, tiba-tiba air menghilang. Koran adalah gambaran dari perjalanan waktu. Pada saat air dikeluarkan dari koran, air berubah sangat keruh seperti penampakan Ciliwung sekarang. Kondisi ini menggambarkan pencemaran yang terjadi selama berpuluh tahun di sepanjang aliran Ciliwung. Pencemaran ini mulai dari limbah rumah tangga, limbah pabrik hingga tumpukan sampah plastik dan styrofoam yang sangat mudah ditemui di sepanjang alirannya. Lalu kemudian, di tangan saya air itu disulap kembali jernih. 

Melalui sulap ini, pesan yang disampaikan bahwa kita mampu mengembalikan air Ciliwung dengan tangan kita asal kita ada komitmen dan mau melakukannya secara bersama. (Yusuf Garuda - Koordinator Volunteer TRASHI)

NB:
Tulisan ini diambil dari blog Facebook Yusuf Garuda: http://on.fb.me/133scQZ

TRASHI, Sulap, Hujan dan UI : Cerita 1


Stand TRASHI di Greenovation UI (Foto: Afriyani Anzari)
Transformasi Hijau beraksi kembali. Kali ini TRASHI hadir di Universitas Indonesia untuk memenuhi undangan dari Ikatan Mahasiswa Studi Jerman. Kegiatan yang diselenggarakan dari tanggal 7-8 Mei 2013 ini diberi nama Greenovation. Greenovation merupakan rangkaian kompetisi Green Living and Youth Creativity yang diselenggarakan Kompas dan Tupperware. 

Pameran komunitas yang dikemas menarik a la anak muda ini bertempat di Perpustakaan Pusat UI. Komunitas dengan beragam kegiatan ikut serta memeriahkan Greenovation ini. Komunitas yang hadir antara lain One Art, Recycle Furnitur, Nebengers, Earth Hour Depok, Wayang, Backpaker Vokasi UI  dan GPS President University.

Selama dua hari penyelenggaraan, Depok selalu dibayangi oleh awan mendung. Pada hari pertama, hujan sempat mengguyur dengan derasnya. Alhasil acara sempat buyar. Walaupun hujan, stand TRASHI tetap buka dan menjadi tempat berteduh panitia selama hujan berlangsung.

Hujan tidak menjadi satu bagi TRASHI, karena memang stand TRASHI strategis dan cukup terlindung dari hujan. Kesempatan ini tentu saya manfaatkan. Selagi hujan, selagi banyak orang berteduh, saya mencoba peruntungan dengan bermain sulap. Saatnya bergerilya ke stand komunitas. Satu per satu stand saya sambangi dengan modal permainan sulap sederhana. Ternyata TRASHI cukup dikenal juga, terbukti ketika bertandang ke stand Earth Hour Depok, mereka sudah langsung mengenali saya dari TRASHI. Usut punya usut, mereka sudah mengenal TRASHI sejak mengisi acara pameran komunitas di Balai Kota Depok tahun 2012 silam.

Beberapa sulap sederhana ternyata cukup membius teman-teman komunitas. Saatnya kembali ke stand TRASHI. Ternyata di sana sudah banyak menanti teman-teman panitia yang ikut berteduh. Seperti biasa, perkenalan awal dilakukan dengan trik sulap. Satu dua trik sulap ditampilkan, cukup untuk membuat para panitia terpana. Saatnya saya keluarkan jurus andalan: Tarot. Bisa ditebak, antusias mereka cukup membuat saya kerepotan. Pasalnya, saya hanya sendirian saja yang menjaga stand TRASHI. Melihat aksi Tarot saya, beberapa orang panitia akhirnya minta untuk di-tarot-in juga. Lumayan, selagi menunggu hujan, jadi ada kesibukan. (Yusuf Garuda - Koordinator Volunteer TRASHI)

Selasa, 07 Mei 2013

Pengamatan Burung di Muara Angke Tidak Lengkap Tanpa Dangdut

Pengamatan burung di hutan lindung Angke Kapuk

Keberadaan Suaka Margastwa Muara Angke (SMMA) terletak berseberangan dengan perkampungan nelayan Muara Angke. Perkampungan yang berada di tepian kali Angke ini pada bulan tertentu akan sangat padat karena dimanfaatkan warga sebagai tempat bersandar kapal. 

Jika jeli melihat, di salah satu sisi alur kali, akan terlihat onggokan bangkai-bangkai perahu yang dibiarkan begitu saja dijalari tanaman rambat di sepanjang sisi sungai kawasan lindung. Hal itu dipercaya para nelayan sebagai wujud rasa hormat kepada perahu yang sudah sekian lama membantu mereka mencari ikan, sehingga saat sudah rusak akan dibiarkan hancur dengan sendirinya.

Pada saat nelayan tidak sedang melaut, mereka melakukan beragam kegiatan di atas kapal yang bersandar. Kegiatan tersebut antara lain seperti memperbaiki kapal, membenahi jaring, menyiapkan jaring atau sekedar rutinitas harian seperti mandi dan mencuci. Di saat seperti itulah, pasti akan terdengar alunan musik dangdut pesisir dengan pengeras suara sehingga terdengar sampai jauh.

Para peserta survey dan monitoring burung Bubut Jawa dan Jalak Putih terbilang beruntung, pasalnya mereka ditemnai alunan musik dangdut saat menyusur jalur sepanjang kali Angke. Jadi pengamatan burung yang selama ini identik dengan kondisi sunyi nyaris sepi sepertinya tidak berlaku di Muara Angke dan SMMA. Musik dangdut pesisir sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari komunitas nelayan Muara Angke dan hidupan liar SMMA, satu sama lain saling mengambil keuntungan yang tidak terlihat. (Edy Sutrisno - TRASHI)

Senin, 06 Mei 2013

Belajar Dongeng Bersama Rumah Pohon Activity

Karakter Juki & Friends sebagai
media penyampaian pesan lingkungan (Foto: satulingkar.com)

Minggu (5/5), delapan orang volunteer TRASHI berbondong-bondong main ke markas Rumah Pohon Activity (RPA) di daerah Jalan Tambak 2, Manggarai. Rombongan kami disambut oleh Salma Indria Rahman yang akrab dipanggil Kak Salma. 

Pada pelatihan dongeng ini, para volunteer yang masih awam dengan dunia perdongengan mendapat tips dan trik dari Kak Salma. "Pelatihan yang difasilitasi oleh RPA ini adalah salah satu cara pengembangan kapasitas volunteer pendidikan lingkungan" ujar Yusuf, koordinator volunteer TRASHI. Kegiatan pendidikan lingkungan yang dilakukan oleh TRASHI selama ini banyak yang menyasar usia pendidikan SMP ke atas. Yusuf berharap, bekal mendongeng yang akan didapatkan dari pelatihan bersama RPA ini nantinya akan digunakan untuk menjangkau target peserta usia SD bahkan hingga TK dan Kelompok Bermain. 

Pelatihan yang dijadwalkan setiap hari minggu ini akan berlangsung sampai akhir bulan Mei. Pada tanggal 2 Juni, diharapkan peserta pelatihan bisa mementaskan hasil karyanya. Beberapa karakter dongeng yang telah disiapkan antara lain Bubut jawa dan Jalak putih. Penasaran dengan nama sang karakter dan nama mereka? Tunggu tanggal mainnya ya, karena masih top secret

Aktifitas mendongeng ini akan menjadi salah satu materi yang ditawarkan TRASHI pada setiap kegiatan pendidikan lingkungan. Naskah cerita tentunya masih seputar ruang terbuka hijau dan satwa yang masih bertahan hidup di dalamnya. Ada yang tertarik untuk terlibat dengan pelatihan ini atau mau membantu tim dongeng TRASHI, sila hubungi Yusuf 083875480263. (Ulfah Wulandari - TRASHI)

Jumat, 03 Mei 2013

Angke, Bukan Muara Angke


Saya memang bukan asli keturunan Jakarta (baca: Betawi). Saya juga tidak dilahirkan di Jakarta, tetapi saya menetap di Jakarta sejak tahun 1988. Jadi, sudah seharusnya sebagai pemegang KTP Jakarta, saya harus mengenal Jakarta dengan berbagai keunikan dan kekhasannya. Namun pada kenyataannya, banyak hal yang belum saya kenal dengan baik, termasuk lokasi-lokasi menarik di Jakarta dan segala permasalahannya. 

Tanggal 23 – 24 Maret 2013, saya dan tujuh orang kawan-kawan guru IPA Perguruan Islam Al-Izhar Pondok Labu (penikmat kumpul-kumpul) mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan survey burung endemik Jakarta yang diselenggarakan oleh Transformasi Hijau, salah satu komunitas penggiat konservasi lingkungan. Pelatihan diselenggarakan di Suaka Margasatwa Muara Angke, sebuah lokasi yang dikatagorikan sebagai obyek wisata edukasi konservasi alam.

Sabtu pagi tanggal 23 Maret 2013, selepas mengantar anak-anak saya berkunjung ke rumah saudara sepupunya, saya bergegas menuju stasiun Manggarai untuk menumpang kereta commuter line menuju Muara Angke. Dari stasiun Manggarai memang ada kereta yang melalui Angke, dalam benak saya Angke adalah kependekan dari Muara Angke. 

Foto kiri adalah papan nama Suaka Margasatwa Muara Angke
yang letaknya jauh dari stasiun kereta Angke (foto kanan)
Setibanya di stasiun Angke, saya bertanya ke beberapa orang arah menuju lokasi Suaka Margasatwa Muara Angke. Dan alangkah kagetnya, ketika orang-orang yang saya tanyai mengatakan bahwa Angke bukan Muara Angke. Akhirnya saya putuskan untuk menyewa ojek menuju Suaka Margasatwa Muara Angke.

Melelahkan memang, tapi pengalaman ini membuat saya semakin ingin tahu sejarah Angke dan Muara Angke lebih jauh lagi. Ingin tahu lebih banyak lagi lokasi-lokasi menarik yang ada di Jakarta. Angke dan Muara Angke membuat saya bersemangat mengunjungi berbagai tempat yang unik di Jakarta.

Beberapa referensi menyatakan bahwa Angke berasal dari bahasa Cina (Hokkian) yaitu “Ang” yang berarti darah dan “Ke” berarti sungai/kali. Pada tahun 1740, terjadi pemberontakan etnis Tionghoa di Batavia yang mengakibatkan ribuan etnis Tionghoa dibantai oleh Belanda. Mayat yang bergelimpangan kemudian dihanyutkan ke kali yang ada di dekat peristiwa tersebut, sehingga kali tersebut berwarna merah karena darah. Setelah peristiwa itu, kali tempat pembuangan mayat tersebut dikenal sebagai Kali Angke dan nama daerahnya disebut dengan Angke. 

Sebelum terjadinya peristiwa tersebut, kampung itu bernama kampung Bebek, karena warga Tionghoa yang tinggal di sana banyak yang berternak bebek. Lokasi kampung bebek sangat strategis untuk memelihara bebek karena dekat dengan sungai.  Daerah tersebut kemudian disebut dengan Muara Angke, dan kalinya adalah Kali Angke. 

Atas: Citra satelit kawasan hutan bakau di Muara Angke
Bawah: Kondisi Kali Angke yang penuh sampah plastik 
Sumber tulisan lain menyatakan bahwa pada awal abad ke-16, Kerajaan Banten yang dipimpin oleh Tubagus Angke akan menggempur benteng Portugis di Sunda Kelapa. Pasukan Kerajaan Banten tersebut bermarkas di wilayah dekat muara sungai yang sekarang bernama Kali Angke. Meski saat ini dikenal sebagian besar penduduk Jakarta sebagai kampung nelayan, tempat pelelangan ikan, dan pelabuhan ikan. Namun Muara Angke menyimpan potensi lain. Di daerah ini, terdapat Suaka Margasatwa Muara Angke, kawasan hutan bakau seluas 25,02 hektare yang dihuni berbagai spesies burung. Kawasan hutan Angke-Kapuk yang terdiri dari Suaka Margasatwa Muara Angke, Hutan Lindung, dan Taman Wisata Alam Angke Kapuk merupakan hutan bakau terakhir yang dapat dijumpai di Jakarta. 

Namun yang mengkhawatirkan, sebagian besar kawasan tersebut saat ini telah berubah menjadi perumahan elit yang bernama “Pantai Indah Kapuk”. Di sisi lain, muara dari Kali Angke ini telah dipenuhi oleh bangkai-bangkai plastik dan bangkai sampah lainnya. Akankah sejarah mengubah nama Kali Angke menjadi “Kali Elit” atau “Kali Plastik” ? Semuanya tergantung kesadaran kita memahami arti penting hutan bakau dan dampak membuang sampah di sungai. (Oo Harsono - Guru SMA Al-Izhar)

Sumber tulisan: artikel ini dimuat di Aliz News Edisi 2, Senin 1 April 2013.
Tentang penulis: Oo Harsono berprofesi sebagai guru di SMA Al-Izhar Pondok Labu. Artikel ini ditulis sebagai salah satu hasil pelatihan penulisan yang diadakan oleh Transformasi Hijau di Suaka Margasatwa Muara Angke. Pelatihan ini dilakukan dalam rangkaian kegiatan Jakarta Endemic Birds Project. 

Fotografi Melindungi Flora Fauna Dari Kepunahan: Al-Izhar Peduli Kepunahan


Kamera dapat melindungi flora dan fauna dari kepunahan? Hal yang tidak pernah terbayang dalam benak saya, namun kalimat ini terlontar dari salah seorang pembicara work shop fotografi Ady Kristanto (Indonesia Wildlife Photography) dalam acara Jakarta Endemic Birds Project yang diikuti oleh guru-guru sains Al-Izhara Pondok Labu di Suaka Margasatwa Muara Angke Sabtu (23/03/2013).

“Hari ini sangat membuat penasaran dari hari biasanya,” tutur Dian Safarulloh salah seorang guru Al-Izhar Pondok Labu yang tergabung dalam kegiatan Jakarta Endemic Birds Project. Guru-guru sains Al-Izhar sudah terbiasa dalam kegiatan belajar mengajar yang menjadi rutinitas dilakukan disekolah. Namun hari ini hari yang istimewa sabtu (23/03) dimana ada yang tidak biasa dari hari biasanya.

Katak Pohon Jawa (Rhacophorus javanus) muda 
di Cagar Alam Telaga Warna, Puncak Jawa Barat
 Delapan guru sains Al-Izhar yang tergabung dalam klub sains Al-Izhar “Raffles” mengikuti kegiatan Jakarta Endemic Birds Project yang di dalmnya terdapat muatan materi menulis artikel, fotografi alam liar, teknik pengambilan data (survei), dan teknik fasilitator pendidikan lingkungan hidup. Kegiatan Jakarta Endemic Birds Project ini dipromotori oleh komunitas Transformasi Hijau yang banyak dikenal dengan “TRASHI” selaku otak utama dalam aksi kegiatan konservasi lingkungan.

Acara yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan ini dibuka untuk semua kalangan masyarakat yang ingin mengetahu bagaimana kita bisa berperan dalam segala hal demi memperbaiki dan menjaga warisan lingkungan dunia khususnya Indonesia melalui materi-materi yang diberikan. Salah satu materi yang sangat mencuri perhatian kami untuk dapat berperan dalam menjaga lingkungan yaitu fotografi alam liar yang dibawakan oleh salah satu anggota Indonesia Wildlife Photography, Ady Kristanto yang akrab disapa Mas Ady.

Hal yang jauh dari pikiran kami bahwa fotografi dapat menyelamatkan makhluk hidup dari kepunahan, namun itu yang dikatakan pertama kali oleh Mas Ady saat menyampaikan materi teknik fotografi alam liar. Konservasi melalui fotografi, itu kata yang sangat melekat dalam pikiran saya (Gugum Prayoga). Tidak hanya kalimat luar biasa itu yang saya dapatkan, namun ada beberapa kalimat ajaib yang lainnya seperti “fotografi dapat menghidupkan lagi makhluk hidup yang sudah punah untuk generasi baru”. Tentu saja kalimat-kalimat tersebut membuat kami sangat penasaran untuk terus mengikuti materi yang disampaikan guna mendapatkan penjelasan untuk hal tersebut.

Memperbanyak memotret makhluk hidup di sekitar kita bertujuan untuk “bank foto”. Bank foto ini nantinya berguna untuk merekam keberadaan makhluk hidup yang ditemukan saat 
itu. Mas ady mengatakan bahwa bisa saja hewan atau pun tumbuhan yang kita foto pada waktu itu akan mengalami kepunahan diakibatkan oleh berbagai macam faktor. Sehingga foto yang kita miliki dapat menjadi dokumentasi yang sangat berharga bagi generasi yang mendatang, sehingga mereka akan tetap dapat mempelajari dan mengetahui makhluk hidup apa yang sudah punah disaat mereka belum terlahir di bumi melalui bank foto yang di publikasikan melalui berbagai macam media. 

Ular Pucuk (Ahaetulla prasina) umum ditemukan di ladang pertanian bersemak. 
Ular tidak berbisa ini sering dibunuh karena dianggap petani membahayakan 
apabila tergigit.
Seperti halnya Harimau Jawa yang mengalami kepunahan karena perburuan liar dan rusaknya habitat tempat tinggalnya karena kerusakan yang diakibatkan oleh manusia. Namun saat ini kita tetap dapat mempelajari Harimau Jawa berkat dokumentasi yang telah dibuat pada saat hewan pemegang kekuasan puncak pada rantai makan itu masih hidup melaui foto-foto yang didapat. Foto-foto tersebut menyebabkan makhluk hidup yang sudah punah akan tetap hidup walaupun hanya dalam bentuk foto.

Saat ini banyak media elektronik yang dapat menampung foto-foto alam liar yang kita dapatkan untuk kita share dengan mudah dan geratis seperti Indonesia Wildlife Photography, Mencintai Odonata (khusus capung), Oriental Bird Images, dan sebaginya. Media ini salah satunya bertujuan untuk kampanye menjaga lingkungan, karena banyak ditemukan hewan dan tumbuhan yang jarang banyak ditemukan oleh masyarakat di lingkungan mereka. Dengan adanya foto-foto tersebut diharapkan mampu menyadarkan masyarakat untuk tetap menjaga lingkungan agar tetap terjaga baik.

Kegiatan yang diadakan Transformasi Hijau untuk membuat agen-agen perubahan lingkungan seperti ini sangat berguna untuk membantu menyebarkan hipnotis-hipnotis positif bagi keseimbangan bumi ini. Dengan hal kecil kita mampu merubah hal yang besar dan tidak mungkin kalau dikerjangan secara bersama-sama. Satu foto yang dihasilkan dari jari telunjukmu dapat membuka mata miliaran mata di bumi dan menggerakan kaki serta tangan untuk peduli terhadap lingkungannya. (Gugum Prayoga - Guru Al-Izhar).



Sumber tulisan: 
artikel ini dimuat di Aliz News Edisi 2, Senin, 1 April 2013.

Tentang penulis: 
Gugum Prayoga berprofesi sebagai guru di SMA Al-Izhar Pondok Labu. Pemuda yang akrab dipanggil Gugum ini merupakan alumni Universitas Negeri Jakarta. Selama aktif kuliah hingga sekarang, Gugum sudah terlibat dalam kegiatan pengamatan burung dan herpetofauna yang dilakukan oleh Transformasi Hijau.