Rabu, 06 November 2013

ANTAM dan Trashi Rehabilitasi Mangrove Tanjung Burung

Lokasi penanaman mangrove Tanjung Burung

Tanjung Burung merupakan salah satu kawasan di pesisir utara Tangerang. Kawasan ini merupakan salah satu tempat mencari makan burung air dari Pulau Rambut. Namun di sisi lain kita melihat, kondisi lahan Tanjung Burung yang merupakan area tambak udang dan bandeng menyebabkan kerusakan lahan yang cukup parah. Ketiadaan ekosistem mangrove di kawasan ini dapat meningkatkan resiko abrasi garis pantai.

Tanjung Burung sebagai kawasan yang berada di akhir dari aliran Cisadane mendapatkan perhatian khusus dari PT. ANTAM. Bekerja sama dengan Trashi, ANTAM melakukan kegiatan rehabilitasi lahan kritis di pesisir utara Tangerang tersebut dengan penanaman 50.000 bibit mangrove jenis Api-api (Avicennia sp.) dan Bakau (Rhizopora sp.). Program ini merupakan bagian besar dari kegiatan Program Penanaman Satu Juta Lima Ratus Ribu Pohon ANTAM Tahun 2013.

Selama progam rehabilitasi lahan kritis tersebut akan dilakukan penanaman 50.000 bibit pohon mangrove jenis Api-api (Avicennia sp.) dan Bakau (Rhizopora sp.) di lahan seluas 5.000 meter persegi. Program ini sedang dalam persiapan. Pelaksanaan hingga perawatannya akan melibatkan kelompok petani mangrove yang berada di sekitar wilayah Tanjung Burung. (Hendra Aquan - TRASHI)

Ecocamp Ala Trashi di Pulau Rambut

Berkemah di bumi perkemahan seperti sudah lumrah dilakukan. Pada bulan Oktober lalu, Trashi memfasilitasi kegiatan perkemahan di Pulau Rambut, Kepulauan Seribu. Kegiatan yang disebut Ecocamp dan diikuti oleh 24 siswa Sekolah Alam Cikeas ini difasilitasi oleh tim Young Transformers, yaitu Ulfah, Yusuf, Dewi , Tata dan Kak Seken. 

Perjalanan dimulai dari Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA). Di lokasi ini, peserta diajak berkeliling melakukan pengenalan kawasan SMMA, sebuah kawasan konservasi terkecil di Indonesia yang memiliki luasan 25,02 ha. Setelah selesai berkeliling SMMA kami mulai memasukkan barang dan memakai pelampung keselamatan. 

Sepanjang perjalanan tersebut kami melihat begitu banyak burung yang terbang untuk mencari makan di sepanjang aliran Kali Angke. Namun pemandangan tersebut bertolak belakang dengan adanya sampah, sehingga memaksa burung di sana harus mengais sampah yang terapung di air untuk mencari makan. Melewati muara, kami melihat proyek pembangunan pulau buatan di Teluk Jakarta. Sebuah megaproyek yang dapat mengganggu kelesetarian dan kestabilan ekosistem lahan basah di SMMA. Waktu tempuh dari SMMA sampai Pulau Rambut memakan waktu 2 jam. 

Setibanya di Pulau Rambut, kami segera mendirikan tenda sesuai kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan pengamatan burung. Sebelumnya ada pengarahan singkat tentang cara pengamatan burung dari Tata dan Dewi. Kelompok peserta yang berjumlah 24 orang tersebut kemudian dibagi menjadi 4 kelompok pengamatan. Pada pukul 13.45 pengamatan burungpun dimulai. Di sepanjang perjalanan kami melihat burung jenis Cangak abu, Cangak merah, Pecuk ular, Kuntul perak, Kuntul kerbau. Ujung dari jalur pengamatan burung ini adalah menara pengamatan pulau. Kami menaiki menara setinggi 25 meter tersebut untuk melihat burung dari atas. 

Pengamatan burung selesai pukul 16.15, kemudian kami langsung menuju tenda. Pada perjalanan tersebut kami melihat biawak yang cukup besar. Acara selanjutnya adalah acara santai. Beberapa orang peserta memanfaatkan kesempatan itu untuk bermain air di pantai sambil menunggu matahari terbenam.

Selesai bermain air ria, kamipun mulai memasak yang kami bawa namun, kami mulai krisis air. Air galon yang kami tunggu tidak datang-datang, segera kami berinisiatif untuk meminta tolong petugas disana yang hendak pulang untuk membeli air galon di Untung Jawa. Dalam krisis air ini kami mulai mengatur dalam memakainya dan memaknai air yang tersisa ini sebelum air selanjutnya datang. Meskipun begitu adik-adik Sekolah Alam Cikeas menjadi lebih menghargai sesuatu jangan menghamburkannya karna jika tinggal sedikit kita jadi kerepotan, semuanya bisa mengerti dan memaknai betapa berartinya air itu. 

Saat saya dan teman-teman bingung harus masak apa, karena saya dan teman-teman hanya membawa mie instan. Tak lama datang Kak Seken membawa “Gurita “ woow . “ kita makan ini ?” tanya saya. “Ia fah, makan gurita lumayan ni enak tau” kata Tata. Hmm ini pertama kalinya bagi saya mencoba makan gurita, saya penasaran apakah benar enak. Kamipun memutuskan untuk membakar guritanya dan sebagian di gabung dalam saus spageti. Menjelang malam krisis airpun semakin parah, kami hanya berharap bapa petugas segera datang membawa air pesanan kami.

Dan akhirnya airpun datang meski hanya 1 galon tapi kami amat bersyukur, mulai lah mengantri untuk minum tidak sampe setengah jam air galon tinggal setengah. Malam hari pun tiba, sungguh keadaan di sana gelap gulita tidak ada penerangan hanya pada pos jaga yang diberi penerangan. 

Awalnya kami ingin melakukan kegiatan pengamatan herpetofauna bersama Kak Seken. Namun harus dibatalkan karena kondisi yang tidak memungkinkan. Acarapun berlanjut dengan sesi materi herpetofauna. Selesai materi, kamipun tidur pada pukul 24.00.

Pagi haripun tiba, terdengar ramai sekali suara para burung keluar untuk mencari makan. Pagi ini dibuka dengan senam bersama dan dilanjutakn dengan pengamatan burung di menara pengamatan. Kegiatan ini dilakukan untuk membandingkan aktifitas burung di waktu pagi dan sore hari. Sesampainya di menara, dari atas terlihat banyak burung yang bermunculan di pagi hari. 

Usai pengamatan, kami kembali ke tenda untuk membuat sarapan dan berkemas dan dilanjutkan dengan penanaman mangrove di tepi pantai. Setiap peserta wajib menanam 2 bibit mangrove. Harapannya, semoga bibit mangrove tersebut akan tumbuh dan menjaga Pulau Rambut dari pengikisan oleh air laut. Perjalanan kemudian berlanjut ke pulau tetangga, Pulau Untung Jawa untuk makan siang di sana.

Kesempatan selama di Untung Jawa dimanfaatkan oleh siswa Sekolah Alam Cikeas untuk mewawancarai para pedaganag di pulau. Dan akhirnya makananpun akhirnya matang, setelah 1 hari 1 malam jauh dari peradaban. Kamipun makan dengan lahap, makan siang bermenu ikan bakar, sotong goreng dengan terigu, cah kangkung dan jeruk sebagai pencuci mulut. Selesai makan siang kamipun segera bergegas pulang kembali menuju SMMA. 

Sepanjang perjalanan pulang tersebut, perahu kami sering terhenti akibat belitan sampah di baling-baling. Ayo teman-teman yang pernah buang sampah ke sungai mungkin yang nyangkut adalah sampah kalian. Kawan sadarlah, membuang sampah ke sungai merugikan lingkungan dan banyak orang. Jadi buanglah sampah pada tempatnya ya. (Ulfah Wulandari - TRASHI).

Trash Buster Edisi Sumpah Pemuda

Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Aksi anak muda Jakarta di Trash Buster
edisi Sumpah Pemuda  

Ketiga kalimat di atas merupakan isi dari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Kita sudah lumrah melakukan upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda di sekolah maupun kantor pemerintahan. Pada peringatan yang ke 85 Hari Sumpah Pemuda tahun ini, anggota Pramuka SMP Bellarminus beserta peserta Trash Buster melaksanakan upacara di Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA). 

Kegiatan tersebut merupakan rangkaian dari Trash Buster, sebuah kegiatan kampanye publik 4 bulanan yang digagas oleh Transformasi Hijau. Dalam pelaksanaannya, Trash Buster juga turut melibatkan komunitas-komunitas masyarakat seperti Joint Society for Nature (JSN), Yayasan IAR Indonesia, Ciliwung Merdeka, HiLo, IESR dan SMP Bellarminus. Acara yang didukung oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta dan Kelurahan Kapuk Muara ini merupakan salah satu bentuk pemaknaan Hari Sumpah Pemuda oleh anak muda kota Jakarta.

Acara yang dihadiri oleh 200 orang ini, berhasil mengumpulkan sampah sebanyak 765 Kg dalam kurun waktu 2 jam. Peserta kegiatan cukup beragam, mulai dari masyarakat umum, komunitas, siswa sekolah serta instansi pemerintah. Jenis sampah unik yang ditemukan adalah tas kulit. Misi utama Trash Buster adalah untuk mengenalkan keberadaan SMMA sebagai kawasan konservasi di Jakarta yang kelestariannya terancam oleh sampah yang berasal dari aliran Kali Angke. Tujuan diadakannya Trash Buster pada moment Sumpah Pemuda ini adalah untuk mengajak warga Jakarta dan sekitarnya, untuk bersumpah melakukan pengurangan produksi sampah plastik. (Hendra Aquan - TRASHI)

Selasa, 05 November 2013

Oase Bernama Pemuda

Dua kegiatan dalam kurun waktu satu minggu ini yang  bertemakan pemuda, sesuai dengan semangat 28 Oktober 1928 yang setiap tahunnya diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda.  Kegiatan pertama adalah kegiatan TRASH BUSTER yang rutin diselenggarakan oleh TRASHI dengan merangkul komunitas lain dalam berkegiatan mengumpulkan sampah di Suaka Margasatwa Muara Angke.  Di sana yang hadir pada tanggal 26 Oktober tersebut didominasi oleh anak-anak muda yang dengan semangat mudanya memiliki harapan yang sama akan kondisi lingkungan Indonesia.

Malam, tanggal 30 Oktober, saya menghadiri sebuah acara di Galeri Nasional yang diprakarsai oleh Tempo Institut bergelar “Menjadi Indonesia”.  Acara puncak dari sebuah kompetisi Essay bagi para pemuda.  Di sana hadir 30 mahasiswa dari seluruh Indonesia yang disaring dari sekitar seribuan essay yang masuk untuk saling berdiskusi dan menerima mentoring selama lebih kurang dua minggu.

Dua kegiatan dalam kurun waktu satu minggu yang melibatkan secara aktif generasi muda di antara kegiatan-kegiatan lain yang juga menjadikan anak muda sebagai motor penggerak, memberikan semangat baru akan generasi yang lebih baik, yang tidak hanya berfikir dan bertindak pragmatis melihat kondisi lingkungan yang ada sekarang ini. Tidak hanya lingkungan dalam arti sempit tapi juga dalam arti luas lingkungan berbangsa dan bernegara. (Edy Sutrisno - TRASHI).