Selasa, 26 Agustus 2014

Kedaulatan tradisi saat kita bersatu


Belajar bersama, saling berbagi
Waktu sudah menunjukkan pukul Sembilan malam, pak darwani masih semangat memberikan contoh cara membuat wadah yang dibuat dari anyaman lidi nipah kepada beberapa ibu-ibu yang juga dengan serius melihat dan mencontoh apa yang dilakukan oleh bapak yang berasal dari Kabupaten Kayong Utara-salah satu kabupaten di Kalimantan Barat itu.





Ini merupakan rangkaian pertemuan 3 hari sejak hari kamis (21/08/14) yang diselenggarakan oleh Craft Kalimantan, sebuah jaringan yang menginisiasi suatu wadah berkumpulnya pengrajin-pengrajin sepulau Kalimantan.   Selama 3 hari di Toho tersebut, para pengrajin saling belajar dan saling curhat mengenai perkembangan yang ada di daeerah masing-masing.


Saat ini ada 6 lembaga yang menjadi anggota Craft Kalimantan, dimana setiap lembaga memfasilitasi jenis kerajinan yang berbeda-beda disesuiakan dengan ciri khas dan budaya daerah tersebut.  Dalam pertemuan yang rutin diselenggarakan sekali dalam setahun tersebut, Craft Kalimantan berusaha mempertemukan para pengrajin dengan latar belakang dan keahlian yang berbeda-beda sehingga dapat terjalin dan tercipta suatu kerjasama diantara mereka.  
Berdiskusi tentang masa depan kerajinan Kalimantan
Hasil karya satu malam

Dengan pertemuan yang terjalin tersebut, membuat para pengrajin menjadi semakin pede untuk tetap  berkarya dan diharapkan ada inovasi-inovasi baru yang muncul yang dapat memperkaya khasanah disain dan produk yang dibuat, yang dapat menjadikan nilai tambah bagi produk yang diciptakan.

Kerajinan tangan merupakan salah satu alternatif pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang dilakukan oleh masyarakat yang dapat berperan dalam menjaga kelestarian alam disamping juga menjaga kelestarian tradisi khususnya dalam kerajinan tangan. (Edy Sutrisno)

Kamis, 14 Agustus 2014

Menanam Bakau Menuai Pahala




Menanam sejak kecil
Setelah meniti jembatan alakadarnya yang sudah mulai licin karena lumpur yang ditinggalkan oleh orang yang telah lewat sebelumnya di belakang rumah penduduk, dan menyusuri jalan setapak diantara tumbuhan pantai berselang seling dengan pohon tancang dan api-api akhirnya terlihat bentangan pantai berpasir abu-abu dengan air laut di kejauhan.

hari Sabtu itu (9/8/2014)

Anak-anak dari SD Pematang Gadung 4 tampak sudah asik dengan bibit-bibit mangrove yang sebagian besar adalah dari jenis bakau di tangan, dengan hanya berbekal tangan kosong, menggali pasir pantai membuat lubang, dan memasukkan bibit mangrove hasil dari cabutan yang diambil beberapa waktu sebelumnya.

Dibawah arahan pak Abdurahman Al Qadrie, salah seorang guru mereka, anak-anak tersebut asik menggali dan menanam.  Tidak ketinggalan guyonan-guyonan khas Ketapang sesekali terlontar di antara mereka.  Pak Doy, begitu biasanya orang-orang memanggilnya sesekali memberikan nasehat kenapa mereka melakukan kegiatan penanaman tersebut. "Kenapa kita ni menanam Bakau?," tanya pak guru, "itu agar nanti para nelayan lebih mudah mencari ikan karena dekat dan ombak tidak sampai ke belakang rumah," ujar pak Doy, "kita yang menanam dapat pahala, masuk surga", tambahnya yang segera diamini oleh para siswanya yang masih sibuk menggali pasir sebagai lubang tanam.

Belajar  sambil berkarya
Setelah berkutat dengan bibit cabutan yang ditanam sepanjang pantai Sungai Besar, tanpa ada komando lagi generasi penerus Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat tersebut langsung bergerak ke bibir pantai yang jaraknya sekitar 200 m dari lokasi penanaman untuk bermain air pantai dan mengumpulkan kerang.  Sepertinya rasa lelah selama melakukan kegiatan penanaman gugur setelah terkena air laut.

Waktu mendekati pukul sebelas siang ketika anak-anak tersebut dipandu untuk kembali ke lokasi penanaman untuk makan siang dan selanjutnya kembali ke Sekolah. (Edy Sutrisno)

Selasa, 12 Agustus 2014

Bertamu ke kediaman empat primata Kalimantan



habitat khas rawa gambut yang dijumpai sepanjang perjalanan
Tidak berapa lama menaiki ketinting, perahu bermesin dongfeng yang suaranya memekakkan telinga, terlihat sekelompok Bekantan sedang asyik bercengkerama di percabangan pohon yang berada di pinggir sungai.  Tidak berapa lama begitu perahu yang kami naiki mendekat, kelompok monyet Belanda itu beranjak menjauh dengan berlompatan diantara cabang pepohonan.

Bersama rekan-rekan dari KBK, Ketapang Biodiversity Keeping, saya berkesempatan berbirdwaching dan mengunjungi hutan desa Pematang Gadung yang letaknya kurang lebih satu jam perjalanan darat dari Ketapang.  Selama dua hari, yaitu pada sabtu-minggu (7-8/12/13) kami ber tujuh menikmati perjalanan susur sungai.



Bersantai sejenak setelah menikmati deru ketinting
Untuk bermalam, kami menginap di camp yang dibangun oleh FFI, sebuah lembaga konservasi yang berkantor pusat di Inggris, untuk kegiatan lapangan mereka di hutan desa ini.  Sepanjang hari melakukan pengamatan tidak membuat kami surut untuk mengobrol menghabiskan malam ditengah rintik hujan yang terus turun hingga kami kembali pulang di keesokan harinya. 

Tantangan selama perjalanan
Berada di Ketapang, Kalimantan Barat merupakan kesempatan berharga untuk berjalan-jalan melihat keanekaragaman hayati yang ada, karena pastinya jauh berbeda dengan apa yang ada di Jakarta.   “Wah ini hari keberuntungan mu, mas” ujar Alex salah seorang anggota KBK kepada saya karena selama perjalanan dari kampung ke lokasi camp menginap kami menjumpai empat jenis primate yang hidup secara alami disini.  Selain si hidung besar, kami juga menjumpai monyet ekor panjang, kelasi dan tidak ketinggalan Orang utan.  (edy sutrisno)