Jumat, 22 Februari 2013

Merajut Sabuk Hijau di Pesisir Utara Jawa (Bagian 3)



-HARI KETIGA-
  
Keesokan paginya kami kembali ke pantai Karangsong. Aku melihat, tenda peleton yang semalam masih kokoh sudah tersapu badai. Tidak bisa dibayangkan kalau semalam masih di sana. Pastinya tidur sambil terbang bersama tenda yang melayang tersapu badai. 

Kegiatan hari terakhir diisi dengan presentasi dari setiap lembaga yang hadir. Kami membuat teater tentang banjir di Jakarta. Pada 17 Januari 2013 lalu banjir yang kami ceritakan saat di Indramayu kejadian beneran di Jakarta. Sumpah gak kira kalau banjir itu akan aku alami sendiri.

Banyak pengalaman yang kami dapat di Indramayu. Thanks to LSM SIKLUS dan Yayasan KEHATI semoga  ilmu yang diberikan bisa bermanfaat buat kami. (Yusuf Aprianto - Public Relation TRASHI)


Tentang Penulis

Yusuf Aprianto atau yang lebih dikenal dengan nama panggung Yusuf Garuda saat ini menjabat sebagai Public Relation komunitas Transformasi Hijau. Posisinya sebagai PR TRASHI ini bukan tanpa alasan, karena kemampuannya sebagai seorang magician entertrainer. Latar belakang pendidikannya tidak berhubungan sama sekali dengan lingkungan apalagi sekolah magic seperti Harry Potter. Tapi kiprahnya di dunia komunitas lingkungan muda Jakarta mulai dikenal dengan aksinya. Amunisi seperti kartu tarrot, koin dan topi tinggi magiciannya selalu menjadi tanda pengenal anak muda pegiat lingkungan ini.

Kamis, 21 Februari 2013

Merajut Sabuk Hijau di Pesisir Utara Jawa (Bagian 2)

Ekosistem hutan mangrove tersisa di Hutan Lindunga Angke Kapuk Jakarta


-HARI KEDUA-

Pagi hari kami disambut indahnya sunrise di pantai. Walaupun agak bingung, kok ada sunrise padahal ini pantai Utara. Kegiatan selanjutnya diisi dengan senam pagi. Lumayan buat ngurusin badan dikit, tapi kok gak kurus juga tuh sehabis senam.

Seusai senam, kami berkeliling hutan magrove yang berada tidak jauh dari lokasi camping. Ada yang menarik dari perjalanan itu, kami melewati tambak ikan bandeng. Dari cerita yang aku dengar, sebelum tambak tersebut diisi bandeng, tambak akan ditaburi racun agar ikan selain bandeng mati. Sedikit miris dengan cara tersebut karena banyaknya ikan yang mati  di tambak tersebut. Dalam jangka waktu 3 bulan, barulah tambak siap diisi dengan bandeng. 

Perjalanan selanjutnya menuju hutan mangrove. Di sini kami belajar tentang pemanfaatan hutan mangrove. Ternyata banyak juga hasil olahannya, ada yang bisa dijadiin kerupuk, tepung, kue, bahkan obat anti jerawat dengan garansi satu tahun. "Wah, bisa jadi ladang duit nih " kata najib salah satu teman kami dari Teens Go Green.

Di sore hari kegiatan kami isi dengan TRASH BUSTER (bahasa kerennya mulung dari TRASHI). Sepanjang mulung kami seperti berbelanja di pantai ada. Sebut saja celana dalam, kasur, sampah plastik, styrofoam. Semua dapat ditemukan di satu lokasi. Tidak hanya sampah masyarakat, kami juga menemukan ubur-ubur yang mati terdampar di pinggiran pantai. Tidak hanya satu, tapi banyak sekali yang kami temukan di sepanjang pantainya. 

Malam hari merupakan saat horor yang tidak bisa kami elakkan lagi. Terbayang kejadian traumatis semalam: dihantui nyamuk dan gerombolannya. Tidak ingin dijajah bangsa serangga, beberapa obat nyamuk bakarpun sudah disiapkan, layaknya meriam yang menjaga perbatasan Indonesia. Setiap sudut tenda tidak luput dari jebakan obat nyamuk. Sepertinya upaya ini masih kurang mempan. Laporan mata-mata menyebutkan, kalo nyamuk binal di sini sudah kebal dengan semua obat-obatan berbagai merk. 

Tidak disangka, malam itu kami mendapat bantuan dari langit. Hujan turun di pantai Karangsong. Beberapa saat kemudian, nyamuk dan gerombolannya sudah lenyap melarikan diri. Sepertinya musuh utama nyamuk Karangsong adalah hujan. Saat itu juga kami mulai tenang, jadi bisa tidur dengan nyenyak. 

Di tengah malam kami tertidur pulas, tenda yang kami tempati bergoncang keras sekali. Angin pantai malam itu sungguh tidak bersahabat. Berbeda saat kami datang pertama ke Karangsong. Angin ditimpali hujan deras membuat kami berpikir bahwa malam ini terjadi  bencana. Hujan semakin deras serta membuat tanah pantai turun, angin semakin kencang. Parit yang kami buat di samping tenda menumpuk dengan air karena kami lupa membuat aliran air. Malam itu sangat mengecam badai datang. Itu adalah pertama kalinya saya merasakan badai. Panitia kemudian mengevakuasi kami, ke rumah warga terdekat. Sedangkan kami yang dari Jakarta mengungsi ke hotel. Tentunya nyaman banget di sini, dibandingkan dengan di dalam tenda bersama gerombolan nyamuk. 
(Bersambung ke bagian 3)


Rabu, 20 Februari 2013

Merajut Sabuk Hijau di Pesisir Utara Jawa (Bagian 1)


Hari mulai memanas , ketika aku sedang membersihkan toilet pria swimming pool tempat aku bekerja di salah satu hotel ternama di bilangan Jakarta Pusat. Itulah kegiatan keseharianku dalam mengisi waktu, bekerja mencari segelas susu untuk anak di rumah. Tiba -tiba HP ku bergertar keras sekali , ku lihat telpon dari Hendra Aquan dia mengajak untuk ikut ke Indramayu. Hati terasa senang namun galau yang kurasakan saat itu. Tentu senang bisa pergi, dan juga galau karena hanya bisa libur satu hari sedangkan ke Indramayu butuh waktu tiga hari. Aku coba beranikan diri untuk berbicara dengan manager untuk mendapatkan ijin pergi. Alhamdulillah akhirnya ijin tersebut ku dapatkan juga. Seketika rasa galau itupun berubah menjadi senang. 

-HARI PERTAMA-

Hari yang ditunggu tiba juga. Perjalanan menuju Indramayu menggunakan kereta dari stasiun Gambir. Sedikit was was dalam perjalanan, karena saat mau berangkat nyaris saja dua teman kami tertinggal. Sepertinya dewi Fortuna bersama mereka saat itu. Selama dalam perjalanan di kereta, saya mengisi kekosongan dengan bermain tarot. Teman-teman satu rombongan banyak yang "berkonsultasi nasib" denganku.

Sampai di Indramayu, banyak sekali orang yang memakai topi sama denganku. Sedikit malu dan tetap stay cool saja. Dari stasiun, kami menuju ke pantai Karangsong. tiba di lokasi, kami disambut angin pantai yang sejuk. Seandainya aku membawa layangan, lamunku. Kondisi saat itu anginnya pas banget buat main layangan. 

Dengan ditemani segelas kopi dan menikmati indahnya pantai Karangsong sambil menunggu acara dimulai. Sampai malam tiba belum ada tanda-tanda kehidupan panitia di sini. Ya sudah karena memang kami dari Jakarta ( Ilham, Sinta , Najib ,Tata) sudah biasa jadi tim hore, ya sudah kami meramaikan sedikit perkenalan di sana. Membuat Stand Up Comedy dan games sendiri hingga makan malam tiba. Menu makan malam yang disajikan saat itu ada ikan bakar, hasil panen nelayan sekitar pantai Karangsong. Sambal ikan bakarnya pedas banget sampai sekarang masih terasa jika dibayangkan. 

Setelah makan malam kami mulai berkenalan dengan semua peserta , ada yang dari Brebes, Indramayu dan kami mewakili Jakarta. Kegiatan malam itu diisi dengan diskusi dan pengenalan LSM SIKLUS, mulai dari sejarah dan bagaimana terbentuknya LSM tersebut. 

Saat istirahat malam, para peserta nge camp di pantai, sedangkan para pendamping tidur di hotel. Kami yang tinggal di camp tidak bisa tidur. Setiap kali memejamkan mata, selalu saja digodain nyamuk binal di sini. Segala cara sudah dipakai, seperti lotion anti nyamuk, tapi tetap saja kami serangan nyamuk itu sungguh luar biasa. Hingga pagi tiba dengan muka ngantuk setengah tidur setengah bentol. (Bersambung bagian 2)







Selasa, 19 Februari 2013

Jika Jokowi Ikutan Mulung Sampah di SMMA

Menghitung berat sampah yang terkumpul
Ngoook… ngooookkkk… (ceritanya suara getar hp di atas meja). One message received  -sms dibuka- dari Yusuf Garuda yang biasa dipanggil Ucup. Isi pesan "Dew, gue belum tau jalan ke SMMA (Suaka Margasatwa Muara Angke) nih!"

-TRASH BUSTER-

Suaka Margasatwa Muara Angke, Sabtu, 9/2/2012 Pukul 08.00 pagi. Kita mempersiapkan semua alat-alat yang diperlukan dalam acara mulung sampah di SMMA kali ini. Kertas berisi tabel registrasi, meja regristrasi, karung untuk sampah, sarung tangan, dan timbangan. Mereka yang datang perwakilan dari UNJ, UIN, komunitas TGG, volunteer TRASHI ada Ulfah, Nabilah dan masih banyak lagi. Untuk teman-teman yang gak bisa hadir juga memberi semanget untuk acara Trash Buster via twitter dan facebook loh! Ciiiaooooo!!!

Selama Trash Buster berlangsung kita juga dapet bantuan dari volunteer yang tinggal di SMMAnya sendiri loh! Monyet-monyet ekor panjang. Bantuin ngerecokin tepatnya hahahah ngotak-ngatik tempat sampah buat nyari makan dan lompat sana lompat sini (biasa, Ucup sama Ulfah kalo bercanda suka kelewatan hahahah peace guys!). Tapi paling enggak ada sedikit tontonan yang dipersembahkan oleh alam SMMA untuk menghilangkan rasa capek selama mulungin sampah.

Okeh, tiba waktunya pukul 11.00, mulung sampah selesai, saatnya menghitung berat sampah. Hasil yang didapatkan:
-jumlah karung sampah : 120 karung sampah
-berat kotor                       : 3.555 kilogram
-berat bersih                      : 2,2 ton

Kalian bayangkan, selama 2 jam kita dapat mengangkut sampah sebanyak itu. Padahal lokasinya saja hanya sebagian kecil dari luas SMMA. Terus apa kabar sampah-sampah seluruhnya yang mengisi SMMA? Salut deh sama temen-temen! Keren banget! Terima kasih buat kerjasamanya :D terimakasih juga buat bapak yang bantuin nimbang sampah padahal sekalinya nimbang beratnya 20-50 kg tiap karung, tapi bapaknya kuat banget buat ngangkat sampahnya ke atas timbangan.

Oiya, ngarep nih Pak Jokowi sama Pak Basuki (Ahok) untuk ikut acara kita berikutnya hihi… SAMPAI JUMPA di TRASH BUSTER BERIKUTNYA (Dewi Cahyani - Volunteer Pendidikan Lingkungan TRASHI)

Selasa, 12 Februari 2013

2,2 Ton Sampah Banjir di Hutan Mangrove Jakarta

Aksi pengumpulan sampah sisa banjir
Sabtu (9/2/2013), satu minggu setelah peringatan Hari Lahan Basah Sedunia, sekelompok anak muda Jakarta datang berbondong-bondong menuju kawasan lahan basah terakhir Jakarta, Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA). Kedatangan mereka ke kawasan hutan mangrove ini bukan tanpa alasan. Beberapa minggu pasca banjir Jakarta (17/1/2013), kenampakan SMMA jauh dari kawasan yang layak disebut sebagai kawasan konservasi. Tempat ini lebih cocok disebut sebagai Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA). Istilah ini nampaknya tidak terlalu berlebihan, sebab sejauh mata memandang tebaran sampah plastik menutup permukaan rawa mangrove ini. Berbagai jenis sampah plastik bisa ditemukan di sini. Sebut saja merk produk konsumsi yang ada di rumah, setidaknya kita bisa menemukan beberapa di antaranya terselip di antar akar nafas mangrove.

"SMMA sebagai kawasan lindung mempunyai peran penting di dalam menyerap luapan air dari Kali Banjir Barat (KBB). Fungsi ini dibantu dengan adanya tanaman seperti jenis mangrove ini. Namun, kemampuan ekosistem mangrove untuk bertahan di tepi KBB sangat berat, dengan adanya beban sampah yang masuk ke dalam kawasan ini setiap air sungai pasang naik" jelas Jaja Suarja, Kepala Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Jakarta Utara.

Jaja menambahkan bahwa sampah yang masuk ke dalam SMMA sebagian besar merupakan sampah rumah tangga. Sampah yang dibuang di sungailah yang berpotensi besar mencemari kawasan hutan mangrove ini.

Banyaknya sampah yang masuk ke dalam kawasan mangrove ini, ternyata tidak hanya memberi dampak pada kelestarian tanaman mangrove, khususnya bibit yang baru ditanam. Lebih dari itu, sampah tersebut ternyata mengancam keberadaan satwa liar yang tinggal di dalamnya.

"Sampah memicu perubahan perilaku berburu makanan Monyet ekor panjang (Macaca fasicularis). Kawanan monyet ini, di alam liar mencukupi kebutuhan makannya melalui konsumsi buah Pidada, salah satu jenis mangrove di SMMA. Sejak adanya sampah, monyet ekor panjang lebih memilih mengais sampah untuk mencari sisa makanan manusia di dalamnya" terang Diaz Sari Puspitarini, staff Yayasan IAR Indonesia. 

Diaz menjelaskan bahwa perilaku tersebut dapat membahayakan kelangsungan satwa liar ini. Pertama, sampah dapat menumpulkan naluri berburu kawanan monyet. Kedua, saat mengkonsumsi makanan, bisa jadi ada serpihan plastik yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Jika serpihan yang masuk terdapat dalam  jumlah banyak, bisa menyebabkan kematian. Pada akhirnya adalah kepunahan spesies ini tambahnya.

Kegiatan mulung sampah di hutan mangrove ini diselenggarakan oleh Transformasi Hijau (TRASHI) bekerjasama dengan Yayasan IAR Indonesia dan didukung oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) DKI Jakarta. Aksi para volunteer ini disebut "Trash Buster". 

Yusuf Aprianto, Koordinator Volunteer TRASHI menjelaskan bahwa jumlah relawan yang terlibat mencapai 30 orang, dan berasal dari berbagai kalangan. Ada yang mahasiswa, siswa sekolah, pekerja kantoran hingga pejabat instansi pemerintah. Selain itu, kami juga dibantu oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta untuk mengangkut sampah yang terkumpul, untuk selanjutnya dibuang ke TPA Bantar Gebang.

"Trash Buster ini dimulai dari pukul 08.00 - 11.00 WIB. Dalam waktu 3 jam, kami berhasil mengangkat 2,2 ton sampah yang sebagian besar merupakan sampah plastik. Lokasi pembersihan kami ini masih di sekitar gerbang masuk kawasan, belum merambah hingga ke dalam. Dibutuhkan beberapa kali aksi lagi untuk membersihkan akar mangrove dari kepungan sampah plastik" ujar Yusuf saat mengumumkan hasil bersih sampah yang diperoleh.

Pada Trash Buster selanjutnya kami akan melibatkan massa yang lebih banyak lagi, karena tentunya dengan banyaknya volunteer yang membantu, tentu sampah yang diangkat bisa lebih banyak. Selain itu kami juga membutuhkan dukunga pihak terkait untuk membangun jaring penahan sampah. Jaring yang sudah ada saat ini sudah tidak layak digunakan lagi. Jika jaring ini sudah terpasang, tentu sampah yang masuk ke SMMA saat air pasang naik jumlahnya akan semakin berkurang, pungkas Yusuf. (Hendra Aquan - TRASHI)

Sabtu, 09 Februari 2013

Siaran Pers: Angkat Sampah, Bantu Mangrove Bernafas


Jakarta, 9 Februari 2013. Banjir yang melanda Jakarta sepanjang awal bulan tahun ini tidak hanya berdampak kepada kehidupan masyarakat Jakarta, tapi juga berdampak terhadap hutan mangrove yang berada di pesisir Jakarta terutama Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA),  sebagai salah satu kawasan perlindungan ekosistem mangrove terakhir Jakarta.  “Paling tidak ditemukan 15 jenis burung air yang hidup di hutan mangrove Jakarta,” demikian disampaikan oleh Gusti Wicaksono, koordinator kegiatan Asian Waterbird Survey yang diadakan tanggal 26 Januari lalu.

Beragam jenis sampah yang terbawa oleh banjir, terperangkap di antara akar-akar mangrove.  Akar-akar mangrove tersebut, tidak hanya berfungsi sebagai alat menyerap unsur hara, namun juga sebagai alat bantu untuk bernafas. Untuk memperbaiki kondisi hutan mangrove, sebagai wujud kepedulian terhadap keadaannya yang rusak akibat sampah yang terbawa banjir, Transformasi Hijau bersama dengan Yayasan IAR (International Animal Rescue) didukung oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) DKI Jakarta mengadakan Trash Buster. Kegiatan ini merupakan aksi pembersihan sampah hutan mangrove di Suaka Margasatwa Muara Angke pada tanggal 9 Februari 2013. “Kami saat ini memerlukan bersih sampah, karena banyak anakan mangrove yang kami tanam rusak karena banjir,” demikian disampaikan oleh Mujiastuti, kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Jakarta.

Kegiatan ini juga dilakukan sebagai bagian dari peringatan hari lahan basah sedunia yang setiap tahunnya dirayakan setiap tanggal 2 Februari. Peringatan tahun ini mengambil tema Lahan Basah dan Pengelolaan Sumberdaya Air.  Trash Buster kali ini diikuti oleh 30 orang mulai dari pelajar, mahasiswa, profesional dan ibu rumah tangga. Hasil sampah terkumpul mencapai 2,2 ton dalam waktu 3 jam. (Edy Sutrisno - TRASHI)

Aksi volunteer angkat sampah dari rawa mangrove

Kamis, 07 Februari 2013

Trash Buster: Angkat Sampah, Bantu Mangrove Bernafas

Woyooo... temans.. apa kareba semua?
Saat yang ditunggu sudah tiba. Gulung kaki celana, siapkan kamera kita mulung sampah di hutan mangrove terakhir Jakarta.

Tahukah teman-teman, habis banjir 17 Januari lalu, hutan mangrove kita porak poranda. Sekeliling mata memandang sampah semua. Kami bukan Superman, tidak bisa bersihkan semua sendirian. Maka itu, kita ajak teman-teman untuk ikutan mulung sampah.

Perlengkapan yang perlu disiapkan:
1. Pakaian ganti
2. Kenakan sepatu yang aman, karena kita akan masuk lumpur. Tidak disarankan pakai sandal jepit. Pasti bakalan lenyap ditelan lumpur.
3. Botol minum. Kami akan siapkan air minum isi ulang
4. Sarung tangan karet untuk berkebun. Untuk melindungi tangan saat angkat sampah
5. Lotion anti serangga.

Tentunya acara ini GRATIS. Anda yang peduli pada kelestarian hutan mangrove terakhir kita, datang saja ajak teman, bawa saudara dan kenalan. Kita bantu hutan mangrove Jakarta bernafas lega kembali.

Sampai jumpa di rawa mangrove Jakarta!

Informasi lebih lanjut hubungi:
ILHAM : 085772181847
DIAZ : 085693786708


Cara menuju lokasi: http://transformasihijau.blogspot.com/2011/03/bagaimana-menuju-suaka-margasatwa-muara.html



Sabtu, 02 Februari 2013

Selamatkan Lahan Basah, Lestarikan Kehidupan

Selamat pagi kawan, hari ini merupakan peringatan Hari Lahan Basah Sedunia ke 41. Pencanangan kawasan lahan basah dunia sudah dimulai saat penandatanganan Konvensi Lahan Basah di Ramsar, Iran, 2 Februari 1971. Kalau mendengar lahan basah, apa yang akan terlintas di benak kawan-kawan? Memang istilah lahan basah belum menjadi istilah yang populer di kalangan umum. Lahan basah merupakan daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan. Lalu, apakah dengan adanya Konvensi Lahan Basah dapat menjamin kelestariannya? Pada kenyataannya tidak demikian. Di kebanyakan wilayah di Indonesia, khususnya Jakarta, keberadaan lahan basah disingkirkan secara sistematis dengan dalih pembangunan dan pengembangan ekonomi. Akibatnya, banyak kerugian material maupun ekonomi yang ditimbulkan karena salah urusnya lahan basah Jakarta.

Di mana lahan basah Jakarta?

Suaka Margasatwa Muara Angke, lahan basah Jakarta
Jika menilik sejarah Jakarta, kota ini sebenarnya memiliki banyak sekali kawasan lahan basah. Bisa dikenali dengan lokasi yang dimulai dengan kata "rawa". Namun, coba sekarang kita lihat ke lokasi. Rawa Bambu di kawasan Jakarta Barat, Rawa Sari di Jakarta Timur dan masih banyak rawa yang lain lagi sudah beralih fungsi. Kawasan resapan air Jakarta ini sudah ditimbun, dipadatkan menjadi kawasan pemukiman, jasa dan pusat ekonomi.

Kawasan resapan air Jakarta yang tersisa seperti Danau Sunter, Danau Pluit, hutan mangrove Angke Kapuk, sudah tidak mampu lagi mengendalikan aliran air yang berlimpah saat musim hujan tiba. Di pesisir utara, luasan lahan basah yang tersisa sekitar 180,11 hektar. Kawasan lahan basah tersebut antara lain terdiri dari Hutan Lindung Angke Kapuk dengan luas 44,76 hektar, Taman Wisata Alam Angke Kapuk dengan luas 99,82 hektar, Suaka Margasatwa Muara Angke dengan luas 25,02 hektar dan Arboretum Mangrove dengan luas 10,51 hektar.  

Jakarta lumpuh tanpa lahan basah

Banjir lumpuhkan transportasi
Apakah luasan kawasan resapan sebesar 180,11 hektar itu cukup? Jawabannya sudah kita lihat pada 17 Januari 2013, ketika Jakarta tergenang air. Kondisi ini mengganggu aktifitas warga, melumpuhkan  ekonomi kota dan memaksa 40.000 warga Jakarta mengungsi. Para pakar mengatakan kerugian ekonomi yang ditimbulkan mencapai Rp 1,5 miliar per jam. Nilai ini adalah prediksi menyeluruh. Jika dihitung teliti, tentu tingkat kerugian yang disebabkan oleh banjir lalu tentu akan sangat tinggi.

Lumpuhnya sebuah kota besar seperti Jakarta yang disebabkan oleh lemahnya pengelolaan sumber daya air ini merupakan pekerjaan rumah yang tidak kunjung selesai. Pengalaman selama 10 tahun terakhir, sejak 2002 dan 2007 sepertinya belum dapat memacu pemerintah kota untuk mengelola potensi banjir yang setiap musim hujan singgah di Jakarta.

Jika dicermati, ternyata tidak ada penambahan luas lahan basah untuk resapan air di Jakarta. Kondisi ini ditambah lagi dengan gagalnya pemerintah propinsi Jawa Barat dalam mengelola laju alih fungsi lahan di kawasan hulu sungai, misalkan seperti Puncak. Salah kelola lingkungan yang dianggap hal sepele ini, ternyata mengorbankan banyak hal, mulai dari ekonomi hingga jiwa. Apakah kebodohan seperti ini harus terus berlanjut? 

Lahan basah penjaga kehidupan

Kampung Tanah Rendah lokasi langganan banjir
Lahan basah yang terlihat tidak indah, ternyata memiliki potensi yang sangat penting bagi kehidupan. Di dalam lahan basah kita bisa menemukan keanekaragaman hayati yang tinggi. Dalam survei Asian Waterbirds Census 2013, TRASHI mencatat setidaknya ada 97 individu burung air yang memanfaatkan keberadaan Hutan Lindung Angke Kapuk dan Suaka Margasatwa Muara Angke untuk berkembang biak maupun mencari makan.

Fungsi lahan basah sebagai penyerap air, perannya sangat berarti saat musim hujan tiba. Kawasan ini sebagai area penyimpan cadangan air tawar. Jika penataan kota Jakarta sejak awal mengedepankan potensi lingkungan yang dimiliki, tentu dampak luapan air tidak akan separah banjir lalu. Berdasarkan perhitungan ekonomi, kita bisa menilai, berapa kerugian ekonomi yang bisa ditekan serta kerugian jiwa yang bisa dicegah jika pemerintah dapat mengelola kota secara berkelanjutan? 

Lahan basah, khususnya hutan mangrove yang berada di pesisir utara Jakarta, memiliki peran utama dalam upaya pencegahan abrasi. Jika kita melihat melalui peta udara, coba perhatikan berapa banyak tutupan hijau yang bisa ditemukan di sepanjang pantai Jakarta? Bandingkan dengan jumlah bangunan yang berjejer di tepian pantai. 

Masa depan kota Jakarta tidak hanya ditentukan dengan penambahan pusat perekonomian, pusat hiburan maupun pemukiman saja. Penataan kota yang berpihak pada upaya pelestarian lingkungan sudah saatnya menjadi motivasi dalam sebuah pembangunan kota. Tentunya dalam hal ini, tidak hanya selalu menuntut peran pemerintah. Peran aktif warga Jakarta juga sangat dibutuhkan untuk mendukung semangat perubahan kota Jakarta sebagai kota yang ramah pada lahan basah. Lestarikan lahan basah, selamatkan kehidupan. Selamat memperingati Hari Lahan Basah Sedunia. (Hendra Aquan - Direktur TRASHI)




Jumat, 01 Februari 2013

Kareo Padi, Pemenang Sensus Burung Air


Kareo padi (Amaurornis phoenicurus)
Asian Waterbird Census (AWC) merupakan suatu kegiatan pengamatan burung air tahunan yang dilakukan setiap minggu ke 2 dan 3 di bulan Januari.  Kebetulan sekali saya ditugaskan untuk mengkordinir acara ini oleh TRASHI. Menurut saya, acara ini sangat menantang karenakan kondisi cuaca yang tidak stabil. Isu banjir yang masih beredar hampir membuat acara ini gagal. Namun kita coba berkordinasi dengan pihak Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA). Ternyata di sana baik-baik saja, walau sempat beberapa hari yang lalu air naik. Saya bersama dua rekan saya dari BBC (Bio Bird Club) UNAS, yaitu Adam dan M. Khoir melakukan survey untuk memastikan wilayah SMMA benar-benar tidak banjir dan aman untuk kegiatan kami.

Jumat (25/01/2013) jam 19.00 WIB kami pun jalan menuju SMMA. Jam 20.10 WIB, kami sampai di sana dan memastikan daerah tersebut aman. Sesudah kami pastikan aman, kami menginap di sana, karena pagi-paginya kami harus menyiapkan alat untuk melakukan pengamatan.  Sabtu (26/01/2013) jam 05.00  WIB, pagi itu SMMA diguyur hujan ringan. Saya agak was-was dan takut akan terjadi banjir susulan. Dari prediksi yang saya dengar, Jakarta akan diguyur hujan lebat pada akhir-akhir bulan Januari. Alhamdulilah prediksi tersebut salah, karena 30 menit kemudian hujan berhenti dan tidak lama kicauan burungpun  mulai terdengar di sekitar SMMA. Setelah itu kami sarapan pagi dan menunggu para volunteer yang berasal dari beberapa Universitas yaitu UNAS, UI, UNJ dan UNY, serta Ady Kristanto dan Hendra Aquan dari TRASHI. Selain itu kami juga kedatangan Diaz dan Ayut. Mereka berdua dari Yayasan IAR Indonesia.

Acara dimulai jam 09.00 WIB. Saya membuka acara tersebut dilanjutkan oleh mas Ady dengan membagikan kelompok. Kami di sini melakukan sensus burung air di dua kawasan yaitu SMMA dan Hutan Lindung Angke Kapuk dengan metode berjalan kaki menyusuri jalur yang sudah ada. Kawasan SMMA memiliki jalur yang lumayan panjang, sehingga saya menempatkan dua tim di lokasi ini. Sedangkan di Hutan Lindung hanya satu tim saja. 

Tim pertama terdiri atas saya dan Danny. Tim kedua ada Adam, Diaz dan Marsya. Sedangkan di tim ketiga dianggotai Khoir, Eci, Panji dan Mas Hendra.

Tim pertama dan kedua tugasnya mendata burung-burung air yang ada di SMMA. Tim ketiga di Hutan Lindung Angke Kapuk. Saya masuk di tim 1. Area pengamatan kami dimulai dari pertengahan jalur sampai ujung jalur jalan panggung SMMA. Kami mulai melakukan pendataan dari jam 09. 20 – 11.00 WIB. Selama survey ini, kami berhasil mendata 10 jenis burung air yaitu:

1. Pecuk padi hitam (Phalacrocorax sulcirostris)
2. Pecuk ular asia (Anhinga melanogaster)
3. Bambangan kuning (Ixobrychus sinensis)
4. Belekok sawah (Ardeola speciosa)
5. Kokokan laut (Butorides striatus)
6. Kowak malam kelabu (Nyctycorax nyctycorax)
7. Kuntul besar (Casmerodius albus)
8. Cangak abu (Ardea cinerea)
9. Kareo padi (Amaurornis phoenicurus)
10. Trinil pantai (Actitis hypoleucos)

Selain mendata burung-burung air, kami juga mendata burung-burung hutannya sebagai data pribadi. Dari hasil pengamatan, kami berhasil mendata 17 jenis burung hutan. Jenis burung hutan yang menarik bagi kami adalah ditemukannya dua jenis burung yang terancam punah yaitu Bubut jawa (Centropus nigrorufus) 1 individu dan Jalak putih (Sturnus melanopterus) 2 individu.

Setelah jam 11.00 WIB, kami kembali berkumpul untuk menyatukan data-data hasil pengamatan. Hasilnya kami berhasil mendata 15 jenis burung air dan 97 individu. Jumlah individu terbanyak adalah Kareo padi (Amaurornis phoenicurus) yaitu 25 individu, dan yang terendah adalah Bambangan merah (Ixobrychus cinamomenus) dan Kuntul besar (Casmerodius albus) 1 individu. 

Semoga kegiatan ini dapat kita lakukan setiap tahunnya, mengingat hasil pendataan dari tahun ketahun jumlah individu burung-burung air semakin berkurang. Hasil yang diperoleh juga bisa digunakan sebagai bahan kampanye kepada masyarakat dan khususnya generasi muda agar lebih peka lagi terhadap kondisi-kondisi lingkungan yang terjadi, terutama terhadap kelestarian burung. SALAM LESTARI!!! (Gusti Wicaksono – BBC UNAS )