Kamis, 30 Juni 2011

Air Kali Pesanggrahan Tercemar 100 Persen

Pengambilan sampel air Kali Pesanggrahan
Air di Kali Pesanggrahan telah tercemar 100 persen. Kesimpulan itu didapat berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan HSBC, Green Radio, Sanggabuana, dan Transformasi Hijau sepanjang bulan Juni 2011. "Sudah tidak sesuai lagi dengan baku mutu yang ditetapkan," kata Program Manager Transformasi Hijau, Hendra Michael Aquan, Sabtu, 25 Juni 2011.

Penelitian kualitas air di Kali Pesanggrahan dilakukan di dua titik, yaitu Hutan Kota Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat, dan Sanggabuana, Cinere, Jakarta Selatan, dengan menggunakan tiga parameter. Pertama, parameter biologi dengan melihat biota di air seperti kepiting, siput, dan kerang. Kedua, parameter kimia dengan melihat tingkat nitrat amoniak, deterjen, PH (derajat keasaman), dan oksigen di dalam air. Dan ketiga, dengan melihat kandungan logam di dalam sedimen sungai.

Dari hasil penelitian, kata Hendra, diketahui status air di Kali Pesanggrahan kini masuk dalam kategori tercemar dengan tingkat pencemaran sedang. Di sana, kondisi air kali cukup kotor dengan tingkat oksigen yang rendah, yakni hanya sebesar 3,2 ppm dari tingkat normal yang sebesar 6 ppm. Temuan biota sungai hanya dua, yakni siput dan cacing. Selain itu, ditemukan juga tiga jenis logam berat, yaitu timah hitam, air raksa, dan kromium hexavalen.

Menurut Hendra, kondisi kualitas air di Kali Pesanggrahan telah terdegradasi dan tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 582 Tahun 1995 tentang Peruntukan Baku Mutu Sungai. Peraturan itu merupakan salah satu instrumen untuk menjaga kualitas air sungai agar tidak tercemar. "Kualitas air di sana sudah tidak masuk lagi dalam kategori C," ujarnya.

Sebelumnya, kualitas air di Kali Pesanggrahan digolongkan dalam kategori C sesuai dengan peraturan itu, di mana kondisi airnya tidak dapat diminum, tapi cocok untuk budi daya perikanan. "Secara umum, sekarang sudah tidak cocok lagi untuk budi daya perikanan," ucap Hendra.

Salah satu penyebab penurunan kualitas air di sana adalah akibat aktivitas yang ada di sepanjang bantaran sungai. Lahan perkebunan dan pertanian di sepanjang bantaran sungai telah berubah menjadi lahan permukiman. "Sudah terjadi alih fungsi lahan untuk kebutuhan manusia sebagai tempat tinggal," ucap Hendra.

Hasil penelitian itu telah dikukuhkan dengan penelitian laboratorium di Universitas Nasional Jakarta dan laboratorium Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHD) DKI Jakarta. Hasil penelitian itu pun sudah diserahkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Sabtu, 25 Juni 2011, sebagai rekomendasi untuk menyelamatkan kualitas air di Kali Pesanggrahan.

PRIHANDOKO

Senin, 27 Juni 2011

3 in One di Kawasan Hutan Lindung Kapuk Angke

Mengunjungi tempat menarik, berwisata ataupun melakukan riset/penelitian tentunya membutuhkan informasi dan petunjuk arah yang infomatif mengenai spot- spot mana yang menarik juga merupakan rekomendasi pilihan dan juga tentunya mudah dipahami, maka dari itu Transformasi Hijau (TRASHI) memasukan kegiatan pembuatan Peta Hijau (Green Map) dalam agenda kegiatannya pada Sabtu, 11 Juni 2011 lalu. Bertempat di Kawasan Hutan Lindung Kapuk Angke guna memperdalam kemampuan teman2 young transformers dalam membuat peta hijau yang sebelumnya memang telah dilakukan pelatihan terlebih dahulu pada 2 Mei 2011 di arena Pameran Pekan Lingkungan Hidup 2011, Parkir Timur, Gelora Bung Karno Jakarta.

Sangat disayangkan sekali gerbang utama dari kawasan Hutan Lindung ini sudah tak terawat lagi, hal ini bisa dilihat pada kondisi tulisan yang terpampang diatas meskipun masih dapat dibaca namun beberapa bagian huruf sudah hilang entah kemana??

Kegiatan ini dimulai pada pukul 09.00 WIB, yang dihadiri oleh teman2 Young Transformers perwakilan dari Kajian Ilmiah Remaja (KIR) SMA.N 32 Jakarta beserta pihak penyelenggara sendiri yaitu Transformasi Hijau dengan fasilitator Ady Kristanto yang akan membagi ilmu serta pengalamanya kala membuat Green Map dahulu, kegiatan ini diawali dengan briefing terlebih dahulu serta diskusi hasil green map yang sebelumnya telah teman2 young transformers buat di sekolahnya.


Kemudian dilanjutkan dengan praktek lapangan yaitu kembali membuat green map di kawasan hutan lindung angke dimana tempat berlangsungnya kegiatan diskusi dan sharing tersebut dilakukan. Dan ternyata kami semua tak sendiri disana ada juga teman2 dari Kajian Ilmiah Remaja (KIR) SMA.N 14 yang juga mengadakan kegiatan disana, namun mereka disana hanya melakukan pengamatan atau lebih tepatnya lagi yaitu Studi Lapangan pengamatan Ekosistem Mangroove di Area Kawasan Hutan Lindung Kapuk. Mereka pun di fasilitasi oleh TRASHI, dengan fasilitatornya yaitu Agnes Yuliana dan Ebby.


# Dan juga ada beberapa teman2 dari Teens Go Green (TGG) yang melakukan pengamatan burung disana, mereka di dampingi oleh Khaleb Yordan beserta temanya dan juga Ady Kristanto ikut membagi ilmunya kepada teman2 TGG.


 # Setelah sesi perkenalan dan briefing dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan green map di kawasan tersebut. Teman2 mulai membat green map sesuai dengan arah mata angin agar supaya memudahkan penandaan pada hasil gambar.


# Dan hasil akhirnya adalah mereka ditugaskan untuk mempresentasikan Peta Hijau (Green Map) yang telah mereka buat beserta penjelasan disetiap ikon yang mereka gambar.


Setelah semuanya selesai diharapkan peta hijau yang mereka buat hari itu dapat disempurnakan kembali sehingga berguna sebagai petunjuk bagi pengunjung ataupun teman2 dari sekolah/universitas lain yang ingin melakukan riset/penelitian di kawasan tersebut. Dan jika peta hijau tersebut telah disempurnakan diharapkan peta hijau yang telah teman2 young transformers buat pun dapat diikut serakan dalam lomba green map tingkat nasional atau bahkan internasional. Insya Allah...

Tetap Optimis yua teman2, dan terus Belajar serta hargai Bumi agar selalu Hijau dan Lestari (Juliana Priscilla Dewi - Volunteer TRASHI )

Jumat, 24 Juni 2011

Water Warrior

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah BPLHD DKI Jakarta mengakui 13 sungai di Jakarta berada dalam kondisi memprihatinkan karena 80% sungai tersebut sudah dalam kondisi tercemar. Demikian diakui Rusman mewakili Kepala BPLHD di Kedai Tempo, 21 Juni 2011, dalam diskusi publik bertajuk “Bagaimana Membenahi Kualitas Air Kali Pesanggrahan?” yang diselenggarakan secara on air oleh Green Radio 89,2 FM.

Dalam diskusi ini hadir Suprapto dari Kasubdit Wilayah III Ditjen Sungai dan Pantai SDA Kementerian Pekerjaan Umum. Hendra Aquan dari Transformasi Hijau, dan Yudi mewakili Vice President  Group Comunication & Corporate Sustainability HSBC. Water Warrior adalah program HSBC dalam kepeduliannya terhadap lingkungan hidup yang lebih baik.

Antasena, moderator diskusi mengungkapakan bahwa 863 perusahaan tidak memiliki Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC), dan mempertanyakan upaya apa yang dilakukan pemerintah untuk membenahi kualitas air tercemar.

Aftrinal S. Lubis, Manager Program Ecovillage KpSHK, pada kesempatan diskusi meminta ketegasan Ditjen Sungai dan Pantai SDA Kementerian Pekerjaan Umum, bahwa persoalan yang mendasar adalah tata ruang. Kembalikan penyimpangan peruntukan dan penggunaan lahan di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai areal terbuka hijau.

Penyempitan alur sungai akibat bantarannya banyak digunakan untuk pemukiman penduduk juga menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir. Idealnya, lahan di sepanjang DAS ini ditertibkan dan peruntukannya dikembalikan sebagai jalur areal terbuka hijau minimal 5 meter ditambah jalan inspeksi untuk perawatan sungai dan penghijauan agar tetap berfungsi secara optimal.  Inal menambahkan “di Jakarta rumah-rumah dibangun membelakangi sungai, seharusnya rumah mengahdap ke sungai, sehingga masyarakat tidak dengan mudah membuang sampah ke sungai di belakang rumah”.

Kepada BPLHD DKI Jakarta, KpSHK menghimbau agar peran serta masyarakat dalam pemberian IPLC kepada perusahaan  harus lebih ditingkatkan, selama ini penerbitan IPLC oleh Bupati dengan peran warga hanya diwakili oleh kepala desa/lurah sehingga untuk masa yang akan datang perlu keterlibatan langsung warga sekitar  perusahaan untuk diikusertakan dalam pembahasan penerbitan IPLC, sehingga masyarakat mengetahui karakter limbah dan dampaknya terhadap lingkungan disekitar mereka. Seperti yang dilakukan HSBC “Water Warior” dengan melibatkan siswa-siswi SMA di Jakarta, Teen Voice, Transformasi Hijau dan Green Radio melakukan penelitian lapangan kualitas air Kali Pesanggrahan.

Suprapto menanggapi, bahwa tata ruang memang bagian dari PU, tidak bisa serta-merta, perlahan-lahan dibeberapa kota seperti di Surabaya dan Solo sudah ditata perumahan menghadap ke sungai, jadi sungai-jalan-rumah, ada usaha keras PU kabupaten maupun kota dan propinsi untuk sejalan dengan ide KpSHK, namun membutuhkan waktu dan investasi besar, tapi ini menjadi obsesi PU bahwa sungai menjadi halaman depan rumah.

Suprapto menerangkan bahwa 27.000 m3 sampah harian di Jakarta, sepertiganya masuk ke sungai. Mohon perhatian masyarakat akan 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle), sehingga sungai enak dilihat, tidak bau, segar bisa untuk mandi. Termasuk peghijauan telah dilakukan oleh PU. “Kehidupan adalah anugerah Tuhan. Adanya Kehidupan karena adanya Air. Mempertahankan keberadaan air secara berkelanjutan, berarti mempertahankan kehidupan, dan berarti pula kita mempertahankan anugerah Tuhan” tutup Suprapto.

Pemprov mempunyai komitmen, dalam suatu acara pemprov pernah menggelar tema “Sungai adalah Halaman Depan Rumahku” dengan harapan seperti yang disebutkan KpSHK.
Tentang IPLC, BPLHD DKI mendukung 100%, bila perlu ada banyak kriteria keluar izin, namun sasarannya bagaimana mengolah limbah cair itu agar semakin baik sebelum masuk kedalam sungai.

Melalui dukungan Caritas Australia, KpSHK telah menerbitkan satu alat permainan tentang siklus air, Game Board Ikuti Cai (ikuti air), bertujuan agar para pengguna atau pemanfaat air dari sumber-sumber air semisal mata air, sungai, dan air hujan memahami tentang asal muasal air dan persoalannya. Ketersediaan dan kebersihan air, saat ini menjadi persoalan serius. Bahkan bila dikaitkan dengan keberadaan hutan, air menjadi unsur penting dari keberadaan hutan. Hutan berfungsi sebagai wilayah tangkapan air (water catchment area) dan penahan erosi saat curah hujan tinggi di satu wilayah.

Kamis, 23 Juni 2011

Hari ini bertepatan dengan Hari Lingkungan hidup sedunia. Ya, hari ini adalah tanggal 5 juni. Saya bersama Teens Go Green Jakarta serta beberapa komunitas lainnya seperti Transformasi Hijau, Dongeng Kanvas, Komunitas Ciliwung Condet, dll mempunyai cara tersendiri dalam merayakan Hari Lingkungan hidup kali ini. Rencananya Hari Lingkungan Hidup kali ini akan kami satukan dalam acara Launching Tahun Kunjungan Wisata Ciliwung 2011 yang bertempat di Condet, Jakarta Timur.

Tempat Teduh di Pinggiran Ciliwung

Pertama Kali menginjak ke lokasi, beberapa teman Teens Go Green yang saya ajak agak terheran dengan kondisi lokasi yang masih rimbun oleh pepohonan. Di sela-sela terlihat juga pohon salak yang merupakan tumbuhan asli daerah condet. Beberapa terlihat pohon besar yang menutupi sehingga suasana terasa seperti bukan di Jakarta pada umumnya yang terlihat gersang.

Sewaktu tiba di Ciliwung Condet..

Adalah Bang Qodir, Sang tuan rumah yang dijadikan lokasi Launching Tahun Kunjungan Wisata Ciliwung 2011. Tak salah memang, sebagai penduduk asli Jakarta seharusnya memang ada warisan cagar budaya yang perlu dilestarikan. Pohon-pohon salak condet di sana adalah sedikit yang masih tersisa. Maka itu, perlu dilestarikan agar kelak anak cucu kita bisa merasakan salak asli daerah condet sekaligus sebagai ikon tumbuhan khas DKI Jakarta.

Selain pohon salak, terdapat beberapa pohon besar lainnya seperti pucung atau kluwek, pohon bamboo, dll. Dinding Sungai Ciliwung di sini masih berupa tanah biasa sehingga akan menyebabkan erosi ketika volume air meningkat. Untunglah di beberapa bagian terdapat pohon bamboo sehingga pengikisan tepi sungai terhindarkan.

Foto Komitmen Teens Go Green dan Face Painting

Tidak seperti biasanya ketika pameran dengan background yang telah dirancang, kali ini Teens Go Green melakukan foto komitmen yang berkaitan dengan Sungai Ciliwung. Anak-anak antusiasme sekali dalam melakukan foto komitmen ini. Foto ini juga sekaligus ajakan kepada masyarakat agar lebih peduli pada kondisi Ciliwung karena Ciliwung milik kita bersama.


Sebelum berfoto, awalnya beberapa anak berminat ingin di gambar wajahnya mengunnakan face painting setelah melihat beberapa anggota Teens Go Green yang wajahnya telah di gambar. Lama- kelamaan, hampir semua anak ingin di gambar wajahnya. Bahkan hingga Face Painting yang kami bawa habis. Dari wajah, mereka berkreasi di tangan mereka sendiri.

Proses Face Painting..

Selain face Painting, kami juga turut menyebarkan stiker dan leaflet Anti STYROFOAM. anak-anak yang telah di gambar wajahnya, bahkan berebut untuk meminta stiker. Saya yang kebetulan memegang stiker sampai kewalahan dikerubuti oleh banyak anak seperti itu.

Beberapa orang dewasa tertarik dengan apa yang kami lakukan sehingga mereka turut serta ikut berkomitmen melalui foto. Selain itu, ada juga yang bertanya lebih lanjut mengenai stiker STYROFOAM yang kami sebarkan, terutama mengenai dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan dan kesehatan.

Dari pagi, kami dan teman-teman Teens Go Green serta Transformasi Hijau asyik dengan kegiatan yang kami lakukan, meskipun acara belum di mulai. Maka, ketika acara dimulai, terutama ketika Ibu Gubernur tiba di tempat lokasi dan memberikan sambutan, kami pun tetap asyik dengan yang kami lakukan.

Kreasi Kertas Majalah Bekas bersama Transformasi Hijau

Adalah Mbak Putri  dan Mbak Wilda yang tengah asyik duduk di atas sebuah tiker ketika kami tiba. Mereka sedang menggambar pola lalu mengguntingnya mengikuti pola yang dibuat. Setelah kami dekati, ternyata mereka sedang berkreasi membuat pembatas buku dari majalah bekas.

Proses pembuatan Pembatas buku dari kertas majalah
Cara buatnya cukup mudah. Pertama-tama kalian tentukan akan membuat apa. Di sana telah di sediakan beberapa cetakan seperti bentuk jerapa, singa, kuda, dan gambar wajah. Tentukan warna yang kalian sukai dan menjiplak tiap bagiannya.

Sebagai permulaan, saya membuat gambar wajah. Membuatnya mudah saja hanya ada dua cetakan yang harus saya jiplak. Satu sebagai rambut dan lainnya sebagai bagian wajah. Setelah itu, keduanya di gunting mengikuti alur cetakan, dan di satukan. Diberi alas yang lebih tebal sebagai dasar, serta di beri tali. Jadilah pembatas buku yang unik.

Selain Face Painting, anak-anak sangat antusias membuat pembatas buku ini. Selain bentuknya yang unik, caranya pun tergolong mudah. Tiker dengan tumpukan kertas majalah bekas yang di gelar pun kini laksana kapal pecah lantaran bentuknya yang tak karuan. Kertas majalah di sana sini, bercampur dengan alat tulis serta guntingan kertas sisa. Anak-anak bebas berkreasi di sini, menemukan asyiknya belajar.

Hasil karya pembatas buku dari majalah bekas

Mendongeng, turut mengajak ‘tuk mencintai lingkungan

Mendongeng. Mungkin inilah yang kini kebanyakan kita tinggalkan. Metode mendongeng sebenarnya baik untuk proses pembelajaran bagi anak dalam penanaman nilai tertentu serta menambah imajinasi sang anak. Sayangnya, kebanyakan orang tua kini tak lagi suka mendongeng. Semua tergantikan oleh acara sinetron yang kurang mendidik bagi si anak.
Dongeng Kanvas, melalui dongengnya mengajak anak untuk tidak membuang sampah ke Sungai, terutama Ciliwung. Sampah menjadi permasalahan pokok kita saat ini. Penanaman nilai bahwa sungai bukanlah tempat sampah perlu dilakukan untuk menumbuhkan kebiasaan bagi anak.

Anak-anak saat mendengarkan dongeng
Melalui bahasa yang mudah, interaktif, serta suara yang lucu, anak-anak antusias mendengarkan dongeng. Kebanyakan dari mereka mendengarkan dongeng dengan wajah yang telah di Face Painting. Acara mendongeng selesai ketika Bu Gubernur tiba di lokasi. Warga pun kini ramai di lokasi.

Sebuah Harapan
Harapan kami semua untuk Ciliwung..

Hari Lingkungan Hidup, bagi saya tidak hanya untuk hari ini. Tetapi juga untuk di tiap bilangan hari. Acara hari ini adalah mozaik kecil dalam menumbuhkan harapan bagi terciptanya kondisi Ciliwung yang lebih layak. Itu tentu peran kita semua.
Maka, semoga Mozaik kecil hari ini bisa memberikan inspirasi sekaligus penyadaran betapa pentingnya lingkungan bagi kehidupan kita. Dan itu bisa kita mulai dari diri kita sendiri, mulai dari hal yang kecil, serta mulai saat ini. Act Now! (Bambang Sutrisno - Teens Go Green)


Mangrove dan Kehidupannya

Pohon bakau salah satu jenis mangrove
Sabtu, 11 Juni 2011 sekolah saya SMA N 14 –khususnya anggota KIR- mengunjungi hutan lindung mangrove di Muara Angke. Acara ini adalah acara dari KIR14 dan bidang OSIS yang namanya Studi Lapangan. Kesan awalnya agak deg-degan karena tempat yang Saya akan kunjungi berbeda dari tempat2 lain yang biasa dikunjungi remaja macam kami.

Saya masuk menggunakan bis, yang ada di pikiran saya pertama kali adalah Saya mau masuk ke hutan konservasi atau mau beli rumah elit? Kebetulan supir yang belum tahu banyak daerah sana sedikit berputar2 jadi saya tahu beberapa bagian perumahan itu. Bener2 gak akan terdeteksi kalau didalam perumahan itu ada hutan lindung. Masuk juga Saya pake ditanya2in sama satpam dulu. Haduh… ini tempat umum kan ya mas?

Sampai di sebuah tempat Saya janjian sama kakak Ichay dari Transformasi Hijau. Dia dan teman2nya mau ngasih materi tentang observasi kami.

Oh ya, observasinya itu tentang mangrove. Tahu apa bedanya mangrove dengan bakau? Nah.. anak2 kota dalem ini (Cililitan) yang jarang ketemu laut kami ajak ke Muara Angke supaya ada timbul kesadaran untuk memperbaiki lingkungan.

Tahu kah? Sampah yang kalian buang sembarangan itu bisa merusak habitat mangrove loh.
-          Sampah dibuang dijalanan
-          Kehujanan kebawa ke aliran selokan
-          Selokan berujung di kali
-          Kali berujung di muara
-          Muara tempatnya mangrove hidup
 
Tahu juga kah? Mangrove adalah sarana perlindungan yang ampuh buat mengatasi gelombang air laut yang merusak. Kalau mangrove tiada dari muka bumi atau paling enggak Jakarta deh, air laut udah sampe monas nih.

Di sana banyak sampah. Mereka nyangkut-nyangkut di akar2 pohon si api-api. Kasihan. Suasana di sana terbilang sangat aneh, saat kita masuk maka kita lihat hutan mangrove, tapi kalau ngeliat keluar pintu masuk yang kita liat jejeran rumah gedong yang lagi dibangun. Dengan segala kebisingannya, amburadul, berdebu, berantakan. Kurang banget fasilitas yang mendukung kalau di sana adalah tempat pendidikan. Sangat kurang, miris. Bahkan toilet gak ada, dan Mushola apalagi mesjid… sangat jauh. Hey!

Semua ini karena tanahnya dibeli oleh om-om kebanyakan duit yang gak mau tahu kepentingan orang banyak. Main nutup jalan seenaknya! Huh! Semoga pemerintah cepat sembuh dari ketuliannya dan menyadari kalau hutan konservasi muara angke adalah satu2nya hutan mangrove yang tertinggal di Jakarta ini. Aamiin.
 
Lanjut

Kami dipandu sama kak Agnesh dan kak Ebi. Di sana kita dibagi jadi 2 kelompok. Kelompok itu masih dibagi jadi 2 kelompok lagi. Jalan2 ngiter2 area sana sambil buat presentasi. Kakaknya tahu banyak tentang mangrove. Keren.
 
Jadi, mangrove adalah sebuah komunitas. Mangrove bukan bakau, tapi bakau adalah bagian dari mangrove. Mangrove terdiri dari banyak pohon siapi-api, bakau, dan nipah. (satu lagi lupa) juga banyak komunitas burung, dan ikan di bawahnya. Ini adalah komunitas yang ciamik, udara air dan tanah menjadu satu.

Mangrove yang terkenal itu akarnya, kenapa? Karena akar pohon mangrove itu bisa bertahan di air laut, bertahan dari asinnya air. Dan beberapa akar pohon mangrove mencapai luar tanah, sesuatu yang good buat ditilik. Akar2 mangrove bisa menyerap garam yang ada di air, jadi air laut yang ada di sekitar mangrove udah gak terlalu asin lagi. Ini berita bagus buat warga pinggir pantai bukan? Mengatasi krisis air tawar di lingkungan mereka. Hmm.. sejauh apa kesadaran mereka ya? Bisakah Saya membantu?

Akar2 mangrove mengikat substrat tanah dan lumpur di lingkungannya sehingga menciptakan lapisan keras baru. Bisa kali buat memperluas lahan Jakarta. Hehe.

Ranting dan dedaunan mangrove biasa ditinggali makhluk berjenis aves dan terkadang, kera. Baanyak sekali burung di sekitar mangrove ini.

Waktu itu kami bertemu juga dengan anak SMK 24 yang kebetulan lagi melakukan pengamatan burung di sana, dengan senang hati mereka membagi ilmunya. Burung yang ada di daerah tempat kami mengobservasi ada burung kuntul, burung merpati, burung blekok sawah, dan burung lain. Mereka menyampaikan sekitar 9 jenis burung. Wow pelajaran yang menarik terima kasih :D

Kalau kera Saya belum ada yang menemukannya, mungkin ini bukan musim berbuah jadi jarnag keliatan deh. Ikan banyak ditemui, ada yang kecil2 ada juga ikan glodok, weh weh… ada ada aja

Sejarahnya, daerah glodok dinamakan glodok karena ikan ini. Waktu itu terjadi banjir besar di sana, saat banjir itu warga banyak menemukan ikan glodok. Jadilah nama daerahnya glodok. Hoho. Morfologi ikan ini sangat… lucu dan nyeleneh. Dia punya 4 sirip yang berfungsi mirip tangan, bisa dipake jalan di air. Hah? Jalan di air? Iya! Jadi struktur perairan mangrove itu kan berlumpur, gak rata kedalamannya, jadi ikan glodok ini dianugerahkan sirip jalan agar memudahkan aktivitas mereka.

Setelah observasi kami makan siang,dan sesi presentasi!

Lalu ada games nih sedikit dari panitia, dan setelah itu kami selesai dan pulang untuk mencari tempat ibadah. Insya Allah waktu untuk ibadah zuhur gak kehabisan kok.

Hmm.. lalu apa lagi ya? Saran aja deh buat temen2 yang ngebaca tulisan ini. Kalau kita beneran peduli lingkungan, mulai dari hal yang kecil. Mungkin kalian sangat bosan mendengar kalimat ini. Tapi ini langkah awal yang baik, kalau terus menerus membudaya buang-sampah-semau-gue aiiih… restorasi pantai Jakarta nggak dari tanah atau pasir nantinya, tapi dari sampah plastik dan Styrofoam, ish! Mau?

Nggak kan? Dan untuk langkah selanjutnya, gabung aja ke komunitas peduli lingkungan yang ada di lingkunganmu. Kalo gak ada, yaa.. ngongkos dikit lah. Hehe. Atau kamu bisa bikin komunitas peduli lingkunganmu sendiri di sekolah? Its good idea right?

Akhir kata, safe our mangrove, safe our breath, safe our future, be environment hero! (
Eska Ayu Wardani - SMAN 14 Jakarta)

Selasa, 14 Juni 2011

Water Warrior Session 2: Exploring Sanggabuana

Briefing peserta cara pengambilan dan analisa sampel
Sabtu, 11 Juni 2011. Pengamatan kualitas air kali Pesanggrahan kembali dilanjutkan di Kelompok Tani Lingkungan Hidup Sanggabuana, Cinere. Komunitas ini dikelola oleh Mang Idin, pendekar kali Pesanggrahan. Sebagai salah satu sungai yang mengalir lintas propinsi kali Pesanggrahan mendapatkan beban pencemaran dari limbah buangan penduduk dan industri rumah tangga. Pengamatan kualitas air kali ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kondisi pencemaran yang sudah terjadi.

Pengamatan kali ini dilakukan oleh SMA Negeri 34 Pondok Labu yang difasilitasi oleh Rimbawan Muda Indonesia (RMI), Transformasi Hijau (TRASHI), Green Radio dan HSBC. Seperti pengamatan kualitas air pada 5 Juni lalu, pengamatan kualitas kali ini masih menggunakan parameter fisika, kimia dan biologi.

"Sampel biota yang kami ambil kurang lebih ada 7 jenis, seperti kepiting, udang air tawar, siput tanpa pintu dan larva nyamuk. Hewan air ini merupakan penanda bahwa kualitas kali Pesanggrahan sudah mulai kotor" papar Sita fasilitator dari RMI.

Dari sisi kimia, kondisi air Pesanggrahan juga menunjukkan tanda-tanda mulai buruk. Dari pengamatan kadar oksigen terlarut masih bagus, yaitu sekitar 8 ppm. Sedangkan untuk nilai kandungan CO2 terlarut di kali yang sehat adalah 5 ppm. Hasil pengamatan menunjukkan adanya peningkatan sebesar sudah mengalami peningkatan 3,4 ppm.

"Menurunnya kualitas air ini bisa disebabkan banyaknya beban pencemar yang masuk ke dalam sungai. Tingginya jumlah penduduk dan perilaku membuang sampah di sungai bisa menjadi penyebabnya" tambah Kepala Subbidang Pelestarian dan Pemulihan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta Prihatma.

"Perlu ada upaya konkrit antar pihak yang berwenang dalam penanganan kali di Jakarta. Jika kita bisa mengelola kali dengan baik, bukan tidak mungkin sumber air minum Jakarta yang saat ini berasal dari Jatiluhur bisa diambil dari kali Pesanggrahan atau Ciliwung" pesan Prihatma.

Hasil pengamatan yang sudah dilakukan ini akan dilengkapi kemudian dengan data kualitas air yang lebih lengkap seperti kandungan logam berat, kandungan fosfat dan nitrat serta jumlah bakteri coliform. Sampel tersebut akan dianalisa secara lengkap di laboratorium lingkungan BPLHD. Hasil yang diperoleh nantinya dapat menjadi gambaran secara lengkap kondisi kualitas air kali Pesanggrahan terkini. (Hendra Aquan - TRASHI)

 

Transplantasi Terumbu Karang

Kelestarian terumbu karang adalah tugas kita bersama termasuk remaja. Teens Go Green Jakarta menunjukkan itu di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

PAGI itu, Minggu (22/5), langit cerah menghias angkasa di Pulau Pramuka, salah satu pulau di Kepulauan Seribu. Sekelompok pelajar SMA/ SMK, yang tergabung dalam komunitas Teens Go Green Jakarta, sedang asyik belajar metode transplantasi terumbu karang. Dengan dibantu seorang fasilitator lokal dari Pulau Pramuka, mereka mempraktikkan langsung cara melakukan transplantasi terumbu karang.

Transplantasi terumbu karang merupakan salah satu metode pelestarian terumbu karang dengan teknik pencangkokan, dari karang lain sebagai indukan yang kondisinya masih bagus, menggunakan media tumbuh semen atau beton. Transplantasi terumbu karang berperan dalam mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki terumbu karang berbesar di dunia. Luas terumbu karang Indonesia 51 ribu kfh2 ahm sekitar 18% dari total luas terumbu karang dunia. Sayangnya, dari total luas terumbu karang tersebut, sekitar 50% terumbu karang berada dalam kondisi sangat memprihatinkan. Penyebabnya penggunaan bom ikan dan potasium pada penangkapan ikan. Padahal, terumbu karang berperan penting bagi kehidupan biota laut, seperti ikan dan biota lainnya. Rusaknya terumbu karang menyebabkan populasi biota laut, terutama ikan, akan menurun.

"Transplantasi terumbu karang membantu memulihkan kondisi ekosistem terumbu karang yang kritis," ungkap Mariana, 17, fasilitator lokal Pulau Pramuka. "Kami pemuda di sini juga membentuk semacam Taman Miniatur Laut sebagai tempat belajar dan observasi bagi mereka yang ingin mengetahui lebih banyak tentang terumbu karang di Pulau Pramuka," jelasnya menambahkan.


Mudah tanpa merusak

Menurut Mariana, transplantasi terumbu karang yang mereka kembangkan cukup mudah. "Selain itu, juga tidak merusak lingkungan karena hanya di awal mengambil indukan dari laut langsung. Setelahnya menggunakan indukan yang telah dibiakkan," papar gadis yang kini duduk di bangku kelas XI SMA 69, Kepulauan Seribu tersebut.

Transplantasi dilakukan dengan menjadikan salah satu patahan karang yang masih hidup sebagai FO atau pemula dan dikembangkan selama tiga sampai lima bulan menggunakan media semen / beton. Setelah besar, patahan FO kembali dibiakkan menjadi Fl, hingga F2, F3, dan seterusnya.


Dengan dibantu fasilitator lokal, siswa anggota Teens Go Green Jakarta melakukan transplantasi karang jenis Acropora (karang cabang) yang biasa menjadi tempat bersembunyi secara bergerombol ikan jae-jae dan jenis sq/i coral (karang lunak).

Meski hampir sebagian besar anggota Teens Go Green bertempat tinggal di tengah Kota Jakarta yang jauh dari pesisir, mereka terlihat antusias sekali sewaktu melakukan transplantasi terumbu karang. Hal itu turut menambah pengalaman baru bagi mereka yang belajar secara langsung dari alam.

"Waktu transplantasi karang itu suatu pelajaran yang baru buat aku, meskipun materi yang diberikan singkat, tetapi cukup mudah dimengerti. Ternyata karang yang sudah mati dapat berguna juga," ujar Stephy, 19, salah satu anggota Teens Go Green Jakarta.

Teens Go Green Jakarta merupakan sebuah komunitas pelajar dari berbagai SMA/SMK di DKI Jakarta yang fokus pada isu lingkungan. Mereka terbentuk atas inisiatif Yayasan Ke-hati, PT Pembangunan Jaya Ancol, dan Dinas Pendidikan Menengah Tinggi (Dikmenti) DKI Jakarta, serta bimbingan fasilitator dari Transforma-si Hijau, Rimbauan Muda Indonesia (RM1), dan Yayasan Terangi.

Kali ini, mereka sedang melaksanakan kegiatan educamp mengenal ekosistem pesisir yang bertemakan Nature detective. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang ekosistem di daerah hulu, tengah, dan hilir.

Keprihatinan dan harapan
Teluk Jakarta menjadi muara dari 13 sungai yang mengalir di Jakarta. Kondisi Teluk Jakarta sungguh memprihatinkan karena banyaknya sampah yang terbawa oleh aliran-aliran sungai tersebut hingga ke laut. Berbagai jenis sampah plastik dan styrofoam mengapung di situ. Airnya pun terlihat pekat.

"Sewaktu kami berangkat dari dermaga Muara Angke, yang terlihat hanya sampah plastik, styrofoam yang mengapung. Sangat memprihatinkan," ungkap Icha, 17, anggota Teens Go Green dari SMKN 24 Jakarta.

Kondisi Teluk Jakarta yang memprihatinkan seperti itu memberikan pengaruh bagi kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu, terutama di bagian selatan yang meliputi Pulau Rambut, Pulau Untung Jawa, dan lain-lain.

Pencemaran zat kimia dan sampah membuat terumbu karang dalam kondisi kritis. Terumbu karang tidak mampu bertahan pada kondisi pencemaran tinggi. Banyaknya sampah plastik yang mengapung menghalangi sinar matahari yang masuk ke laut.


"Cukup semenit untuk merusak semua terumbu karang, tetapi butuh waktu bertahun-tahun untuk mengembalikannya seperti semula," tutur Mariana. Siswi yang aktif dalam kegiatan karya ilmiah remaja (KIR) di sekolahnya, mengenai upaya pelestarian Pulau Pramuka, itu berharap, dengan dijadikannya Kawasan Kepulauan Seribu sebagai tempat wisata, tidak menjadikan alamnya semakin rusak. (M-7)


Sumber: Media Indonesia, 5 Juni 2011
Bambang Sutrisno (anggota Teens Go Green)
Mahasiswa Teknik Elektro, Universitas Indonesia
Pemenang Juara 1 lomba Penulisan yang diadakan oleh Media Indonesia di Universitas Indonesia

Senin, 13 Juni 2011

Perubahan Iklim Expo



Untuk pertama kalinya Indonesian Climate Change Education Forum & Expo diselenggarakan di Indonesia. Acara yang terselenggara berkat inisiatif Dewan Nasional Perubahan Iklim ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan memaksimalkan peran serta berbagai pihak khususnya dalam menekan dampak perubahan iklim serta mendukung upaya pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca.

Kegiatan pameran yang bertempat di Balai Sidang Jakarta Convention Center, Senayan ini bertemakan A Call to Cope With the Climate Crisis telah berlangsung pada tanggal 26-29 Mei 2011 lalu. Berbagai acara pendukung pun ikut meramaikan pameran ini diantaranya, Seminar Nasional, Dialog Terbuka, Aneka Lomba dan Games bagi anak-anak dan pengunjung yang datang, Pagelaran Seni dan Budaya maupun Pemutaran Film tentang perubahan iklim pun dihadirkan guna menyampaikan pesan dari dampak perubahan iklim itu sendiri dan juga agar masyarakat lebih mencintai lingkungan sekitar dan berlaku lebih bijak terhadap alam.

Sejumlah Kementrian, Asosiasi Pemerintah Daerah, Asosiasi Bisnis, Korporasi, Instansi Pemerintah maupun Organisasi International mendukung penuh dan turut serta dalam pameran ini. Salah satu diantaranya adalah Yayasan KEHATI yang juga turut menjadi peserta pameran dan membuka stand disana dan di stand ini KEHATI dibantu oleh teman2 volunteer dari Teens Go Green dan juga Transformasi Hijau. Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI) merupakan organisasi nirlaba pengelola dana hibah mandiri yang memfasilitasi berbagai upaya pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan di Indonesia. Di stand KEHATI sendiri menawarkan beragam hiburan, edukasi, dan pembagian buku-buku mengenai keanekaragaman hayati dan juga aneka souvenir unik untuk para pengunjung. Dan yang tak kalah heboh juga diminati oleh para pengunjung adalah Kampanye Foto dengan memegang papan komitmen sesuai dengan keinginan masing-masing pengunjung yang ingin berkomitmen mengubah gaya hidup mereka menjadi lebih ramah lingkungan.


* Berikut adalah beberapa Foto Komitmen yang yang sempat saya dokumentasikan  :










* Ternyata antusiasme teman2 dari SMP & SMA pun turut serta meramaikan kegiatan Jeprat-jepret komitmen perubahan gaya hidup, chekidott :







* Dan teman2 dari stand KEHATI pun tak mau kalah dengan para pengunjung :




* Juga beberapa teman2 dari stand sebelah pun ikut berpartisipasi :











Mulai hari pertama pameran dibuka sampai dengan penutupan stand Yayasan KEHATI selalu ramai oleh pengunjung yang ingin turut serta berfoto dengan komitmenya masing-masing maupun yang hanya ingin mampir dan bertukar kartu nama guna melanjutkan kerjasama dalam program lingkungan komunitas ataupun LSMnya masing-masing.

Diakhir pameran pun panitia penyelenggara atas nama Dewan Nasional Perubahan Iklim Republik Indonesia beserta dengan PT. Persada MultiCendekia Communication mengumumkan beberapa kategori yang mendapatkan penghargaan.

# Dari Kategori Instansi Pemerintah atau PEMDA,

Juara pertama diraih oleh Pemerintahan Aceh
Agus Purnomo selaku Sekertariat DNPI menyerahkan piagam kepada perwakilan Pemerintah Aceh.


Juara kedua diraih oleh Australia Indonesian Partnership (Kemitraan Australia Indonesia)
Amanda Katili selaku Koordinator divisi KIE DNPI menyerahkan piagam kepada perwakilan Australia Indonesia Partnership.


Juara ketiga diraih oleh Kementrian Pertanian
Ibu Emillya Rosa selaku Presiden Direktur Cendekia Communication menyerahkan penghargaan kepada perwakilan dari Kementrian Pertanian

# Dari Kategori BUMN/Swasta

Juara pertama diraih oleh BPMigas

Juara kedua diraih oleh PT. Pertamina Persero

Juara ketiga diraih oleh Indonesia Power

# Dari kategori Lembaga/Badan Dunia

Juara pertama diraih oleh UN-REDD Programme Indonesia

Juara kedua diraih oleh The Climate Project Indonesia

Juara ketiga diraih oleh WWF Indonesia

# Dan Untuk Kategori Interaktif

Diraih oleh PT. April Management Indonesia (RAPP)

Secara simbolik penghargaan diserahkan kepada perwakilan dari RAPP

Dan dari kesemua peserta pameran yang telah berkontribusi di dalam pameran ini diharapkan agar supaya pengunjung yang datang tak hanya datang dan melihat-lihat saja melainkan para pengunjung yang datang mendapatkan pengetahuan baru dan juga menambah wawasan mereka akan pentingnya menyelamatkan bumi terutama dari efek perubahan iklim itu sendiri sehingga mereka dapat mengubah gaya hidup mereka lebih bersahabat serta ramah terhadap alam dan lingkungan sekitar. (Juliana Priscilla Dewi - Volunteer TRASHI)