Rabu, 06 November 2013

ANTAM dan Trashi Rehabilitasi Mangrove Tanjung Burung

Lokasi penanaman mangrove Tanjung Burung

Tanjung Burung merupakan salah satu kawasan di pesisir utara Tangerang. Kawasan ini merupakan salah satu tempat mencari makan burung air dari Pulau Rambut. Namun di sisi lain kita melihat, kondisi lahan Tanjung Burung yang merupakan area tambak udang dan bandeng menyebabkan kerusakan lahan yang cukup parah. Ketiadaan ekosistem mangrove di kawasan ini dapat meningkatkan resiko abrasi garis pantai.

Tanjung Burung sebagai kawasan yang berada di akhir dari aliran Cisadane mendapatkan perhatian khusus dari PT. ANTAM. Bekerja sama dengan Trashi, ANTAM melakukan kegiatan rehabilitasi lahan kritis di pesisir utara Tangerang tersebut dengan penanaman 50.000 bibit mangrove jenis Api-api (Avicennia sp.) dan Bakau (Rhizopora sp.). Program ini merupakan bagian besar dari kegiatan Program Penanaman Satu Juta Lima Ratus Ribu Pohon ANTAM Tahun 2013.

Selama progam rehabilitasi lahan kritis tersebut akan dilakukan penanaman 50.000 bibit pohon mangrove jenis Api-api (Avicennia sp.) dan Bakau (Rhizopora sp.) di lahan seluas 5.000 meter persegi. Program ini sedang dalam persiapan. Pelaksanaan hingga perawatannya akan melibatkan kelompok petani mangrove yang berada di sekitar wilayah Tanjung Burung. (Hendra Aquan - TRASHI)

Ecocamp Ala Trashi di Pulau Rambut

Berkemah di bumi perkemahan seperti sudah lumrah dilakukan. Pada bulan Oktober lalu, Trashi memfasilitasi kegiatan perkemahan di Pulau Rambut, Kepulauan Seribu. Kegiatan yang disebut Ecocamp dan diikuti oleh 24 siswa Sekolah Alam Cikeas ini difasilitasi oleh tim Young Transformers, yaitu Ulfah, Yusuf, Dewi , Tata dan Kak Seken. 

Perjalanan dimulai dari Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA). Di lokasi ini, peserta diajak berkeliling melakukan pengenalan kawasan SMMA, sebuah kawasan konservasi terkecil di Indonesia yang memiliki luasan 25,02 ha. Setelah selesai berkeliling SMMA kami mulai memasukkan barang dan memakai pelampung keselamatan. 

Sepanjang perjalanan tersebut kami melihat begitu banyak burung yang terbang untuk mencari makan di sepanjang aliran Kali Angke. Namun pemandangan tersebut bertolak belakang dengan adanya sampah, sehingga memaksa burung di sana harus mengais sampah yang terapung di air untuk mencari makan. Melewati muara, kami melihat proyek pembangunan pulau buatan di Teluk Jakarta. Sebuah megaproyek yang dapat mengganggu kelesetarian dan kestabilan ekosistem lahan basah di SMMA. Waktu tempuh dari SMMA sampai Pulau Rambut memakan waktu 2 jam. 

Setibanya di Pulau Rambut, kami segera mendirikan tenda sesuai kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan pengamatan burung. Sebelumnya ada pengarahan singkat tentang cara pengamatan burung dari Tata dan Dewi. Kelompok peserta yang berjumlah 24 orang tersebut kemudian dibagi menjadi 4 kelompok pengamatan. Pada pukul 13.45 pengamatan burungpun dimulai. Di sepanjang perjalanan kami melihat burung jenis Cangak abu, Cangak merah, Pecuk ular, Kuntul perak, Kuntul kerbau. Ujung dari jalur pengamatan burung ini adalah menara pengamatan pulau. Kami menaiki menara setinggi 25 meter tersebut untuk melihat burung dari atas. 

Pengamatan burung selesai pukul 16.15, kemudian kami langsung menuju tenda. Pada perjalanan tersebut kami melihat biawak yang cukup besar. Acara selanjutnya adalah acara santai. Beberapa orang peserta memanfaatkan kesempatan itu untuk bermain air di pantai sambil menunggu matahari terbenam.

Selesai bermain air ria, kamipun mulai memasak yang kami bawa namun, kami mulai krisis air. Air galon yang kami tunggu tidak datang-datang, segera kami berinisiatif untuk meminta tolong petugas disana yang hendak pulang untuk membeli air galon di Untung Jawa. Dalam krisis air ini kami mulai mengatur dalam memakainya dan memaknai air yang tersisa ini sebelum air selanjutnya datang. Meskipun begitu adik-adik Sekolah Alam Cikeas menjadi lebih menghargai sesuatu jangan menghamburkannya karna jika tinggal sedikit kita jadi kerepotan, semuanya bisa mengerti dan memaknai betapa berartinya air itu. 

Saat saya dan teman-teman bingung harus masak apa, karena saya dan teman-teman hanya membawa mie instan. Tak lama datang Kak Seken membawa “Gurita “ woow . “ kita makan ini ?” tanya saya. “Ia fah, makan gurita lumayan ni enak tau” kata Tata. Hmm ini pertama kalinya bagi saya mencoba makan gurita, saya penasaran apakah benar enak. Kamipun memutuskan untuk membakar guritanya dan sebagian di gabung dalam saus spageti. Menjelang malam krisis airpun semakin parah, kami hanya berharap bapa petugas segera datang membawa air pesanan kami.

Dan akhirnya airpun datang meski hanya 1 galon tapi kami amat bersyukur, mulai lah mengantri untuk minum tidak sampe setengah jam air galon tinggal setengah. Malam hari pun tiba, sungguh keadaan di sana gelap gulita tidak ada penerangan hanya pada pos jaga yang diberi penerangan. 

Awalnya kami ingin melakukan kegiatan pengamatan herpetofauna bersama Kak Seken. Namun harus dibatalkan karena kondisi yang tidak memungkinkan. Acarapun berlanjut dengan sesi materi herpetofauna. Selesai materi, kamipun tidur pada pukul 24.00.

Pagi haripun tiba, terdengar ramai sekali suara para burung keluar untuk mencari makan. Pagi ini dibuka dengan senam bersama dan dilanjutakn dengan pengamatan burung di menara pengamatan. Kegiatan ini dilakukan untuk membandingkan aktifitas burung di waktu pagi dan sore hari. Sesampainya di menara, dari atas terlihat banyak burung yang bermunculan di pagi hari. 

Usai pengamatan, kami kembali ke tenda untuk membuat sarapan dan berkemas dan dilanjutkan dengan penanaman mangrove di tepi pantai. Setiap peserta wajib menanam 2 bibit mangrove. Harapannya, semoga bibit mangrove tersebut akan tumbuh dan menjaga Pulau Rambut dari pengikisan oleh air laut. Perjalanan kemudian berlanjut ke pulau tetangga, Pulau Untung Jawa untuk makan siang di sana.

Kesempatan selama di Untung Jawa dimanfaatkan oleh siswa Sekolah Alam Cikeas untuk mewawancarai para pedaganag di pulau. Dan akhirnya makananpun akhirnya matang, setelah 1 hari 1 malam jauh dari peradaban. Kamipun makan dengan lahap, makan siang bermenu ikan bakar, sotong goreng dengan terigu, cah kangkung dan jeruk sebagai pencuci mulut. Selesai makan siang kamipun segera bergegas pulang kembali menuju SMMA. 

Sepanjang perjalanan pulang tersebut, perahu kami sering terhenti akibat belitan sampah di baling-baling. Ayo teman-teman yang pernah buang sampah ke sungai mungkin yang nyangkut adalah sampah kalian. Kawan sadarlah, membuang sampah ke sungai merugikan lingkungan dan banyak orang. Jadi buanglah sampah pada tempatnya ya. (Ulfah Wulandari - TRASHI).

Trash Buster Edisi Sumpah Pemuda

Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Aksi anak muda Jakarta di Trash Buster
edisi Sumpah Pemuda  

Ketiga kalimat di atas merupakan isi dari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Kita sudah lumrah melakukan upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda di sekolah maupun kantor pemerintahan. Pada peringatan yang ke 85 Hari Sumpah Pemuda tahun ini, anggota Pramuka SMP Bellarminus beserta peserta Trash Buster melaksanakan upacara di Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA). 

Kegiatan tersebut merupakan rangkaian dari Trash Buster, sebuah kegiatan kampanye publik 4 bulanan yang digagas oleh Transformasi Hijau. Dalam pelaksanaannya, Trash Buster juga turut melibatkan komunitas-komunitas masyarakat seperti Joint Society for Nature (JSN), Yayasan IAR Indonesia, Ciliwung Merdeka, HiLo, IESR dan SMP Bellarminus. Acara yang didukung oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta dan Kelurahan Kapuk Muara ini merupakan salah satu bentuk pemaknaan Hari Sumpah Pemuda oleh anak muda kota Jakarta.

Acara yang dihadiri oleh 200 orang ini, berhasil mengumpulkan sampah sebanyak 765 Kg dalam kurun waktu 2 jam. Peserta kegiatan cukup beragam, mulai dari masyarakat umum, komunitas, siswa sekolah serta instansi pemerintah. Jenis sampah unik yang ditemukan adalah tas kulit. Misi utama Trash Buster adalah untuk mengenalkan keberadaan SMMA sebagai kawasan konservasi di Jakarta yang kelestariannya terancam oleh sampah yang berasal dari aliran Kali Angke. Tujuan diadakannya Trash Buster pada moment Sumpah Pemuda ini adalah untuk mengajak warga Jakarta dan sekitarnya, untuk bersumpah melakukan pengurangan produksi sampah plastik. (Hendra Aquan - TRASHI)

Selasa, 05 November 2013

Oase Bernama Pemuda

Dua kegiatan dalam kurun waktu satu minggu ini yang  bertemakan pemuda, sesuai dengan semangat 28 Oktober 1928 yang setiap tahunnya diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda.  Kegiatan pertama adalah kegiatan TRASH BUSTER yang rutin diselenggarakan oleh TRASHI dengan merangkul komunitas lain dalam berkegiatan mengumpulkan sampah di Suaka Margasatwa Muara Angke.  Di sana yang hadir pada tanggal 26 Oktober tersebut didominasi oleh anak-anak muda yang dengan semangat mudanya memiliki harapan yang sama akan kondisi lingkungan Indonesia.

Malam, tanggal 30 Oktober, saya menghadiri sebuah acara di Galeri Nasional yang diprakarsai oleh Tempo Institut bergelar “Menjadi Indonesia”.  Acara puncak dari sebuah kompetisi Essay bagi para pemuda.  Di sana hadir 30 mahasiswa dari seluruh Indonesia yang disaring dari sekitar seribuan essay yang masuk untuk saling berdiskusi dan menerima mentoring selama lebih kurang dua minggu.

Dua kegiatan dalam kurun waktu satu minggu yang melibatkan secara aktif generasi muda di antara kegiatan-kegiatan lain yang juga menjadikan anak muda sebagai motor penggerak, memberikan semangat baru akan generasi yang lebih baik, yang tidak hanya berfikir dan bertindak pragmatis melihat kondisi lingkungan yang ada sekarang ini. Tidak hanya lingkungan dalam arti sempit tapi juga dalam arti luas lingkungan berbangsa dan bernegara. (Edy Sutrisno - TRASHI).

Senin, 07 Oktober 2013

Suaka Margasatwa Muara Angke: Surga Burung Terakhir Jakarta

Pembangunan dan ruang terbuka hijau Jakarta (RTH) seolah merupakan hal yang bertolak belakang. Konsep pembangunan kota yang dianut pemerintah daerah masih jauh dari kaidah pembangunan yang mengedepankan prinsip ramah lingkungan. Sebut saja praktek pengalihan fungsi RTH menjadi kawasan komersil, seperti pengubahan 831,63 hektar kawasan hutan mangrove Angke Kapuk pada tahun 1984 menjadi kawasan hunian Pantai Indah Kapuk. Selain itu, alih fungsi RTH juga terjadi di tengah kota Jakarta, yaitu pengubahan fungsi RTH Senayan menjadi kawasan komersil seperti Plaza Senayan dan Senayan City. Setelah alih fungsi tersebut, luas RTH Jakarta yang tersisa saat ini sebesar 9,8 persen dari luas wilayah kota.

Menilik dari kebijakan Rencana Tata Ruang 1965-1985 luas RTH Jakarta pernah mencapai 37,2 persen atau sekitar 241,8 kilometer persegi. Dampak dari pengubahan fungsi RTH tersebut dapat dilihat pada jumlah jenis burung yang ditemukan di RTH Jakarta. Pengamatan burung yang dilakukan pertama kali di Batavia oleh Hoogerwerf tahun 1937, menunjukkan bahwa pernah ditemukan 256 jenis burung. Namun saat ini, jenis burung yang ditemukan di 19 RTH Jakarta hanya berjumlah 129 jenis.

Pendataan jenis burung yang dilakukan di 19 RTH Jakarta, berhasil mencatat enam jenis burung yang masuk ke dalam daftar merah IUCN; dua jenis berstatus kritis Critical Endangered (CR) yaitu Cikalang christmas (Fregata andrewsi) dan Jalak putih (Sturnus melanopterus), dua berstatus rentan Vulnerable (VU) yaitu Bubut jawa (Centropus nigrorufus) dan Bangau bluwok (Mycteria cinerea), serta dua lagi  hampir terancam punah Near Threatened (NT) yaitu Pecuk ular asia (Anhinga melanogaster) dan Cerek jawa (Charadrius javanicus). Keenam jenis tersebut banyak ditemukan di Suaka Margasatwa Muara Angke. Berdasarkan pendataan burung yang dilakukan tahun 2010 – 2012, SMMA memiliki keanekaragaman jenis burung yang tinggi. Setidaknya ditemukan 105 jenis burung di SMMA.
  
Grafik jumlah jenis burung di 19 RTH Jakarta. Lokasi pengamatan antara lain : (1) Suaka Margasatwa Muara Angke, (2) Hutan Lindung Angke Kapuk, (3) Taman Wisata Alam Angke Kapuk, (4) Kawasan Monas, (5) Taman Impian Jaya Ancol, (6) Senayan, (7) Hutan Kota UI, (8) Taman Margasatwa Ragunan, (9) Kawasan Menteng, (10) Buperta Cibubur, (11) Buperta Ragunan, (12) Kali Pesanggrahan, (13) Bantaran Ciliwung, (14) Situ Babakan, (15) Hutan Kota Srengseng, (16) Kawasan Kebayoran, (17) Hutan Kota Kemayoran, (18) Tebet, (19) Manggala Wanabakti

Faktor tingginya temuan burung di kawasan ini adalah karena bervariasinya ekosistem penyusun SMMA yang terdiri dari hutan mangrove, rawa air tawar, hingga pinggir sungai. Selain itu, SMMA juga merupakan lokasi transit burung migran dan lokasi berbiak serta mencari makan burung-burung air, sehingga Birdlife International menempatkan SMMA sebagai Important Bird AreaPeran SMMA sebagai kawasan perlindungan burung sangat penting untuk dijaga. Perlu keterlibatan pemerintah pusat dan daerah dalam menjaga kelestariannya. 

Saat ini SMMA sebagai kawasan konservasi mendapat tekanan lingkungan yang cukup besar. Selain menerima dampak dari sampah kiriman yang mengalir dari kanal banjir barat juga kegiatan reklamasi Teluk Jakarta. Diduga, kegiatan reklamasi tersebut akan mempengaruhi jalur terbang burung-burung yang biasa mencari makan di pesisir utara Jakarta. Di samping itu, kegiatan reklamasi juga diperkirakan akan mempengaruhi arus keluar masuk air laut ke dalam SMMA. Jika terjadi gangguan arus air laut, keberlangsungan hidup tanaman mangrove di surga burung itupun tidak berlangsung lama. Kelestarian burung di SMMA bergantung pada kehidupan tanaman mangrove di dalamnya. 

Data pengamatan ini merupakan salah satu cara untuk mengukur dampak dari pembangunan kota terhadap kelestarian hidupan liar. Perlu dilakukan pendataan serupa untuk satwa jenis lainnya. Cara ini adalah langkah yang mudah untuk melihat dampak dari kebijakan pembangunan sebuah kota besar seperti Jakarta. (Desi Ayutriana, Hendra Aquan, Ady Kristanto - TRASHI)

Kamis, 03 Oktober 2013

Rainbow Warrior III : Kapal Ramah Lingkungan

9 Juni 2013, Rainbow Warrior III berkunjung ke Jakarta. Dalam kesempatan ini, Transformasi Hijau mendapat kesempatan untuk mengunjungi kapal legendaris Greenpeace tersebut di pelabuhan Tanjung Priok.

Untuk memasuki Rainbow Warrior, peserta harus antri karena membludaknya pengunjung. Banyak warga Jakarta yang penasaran untuk melihat wujud kapal yang telah mengarungi lautan dunia dalam melakukan kampanye penyelamatan lingkungan. Ini adalah kal pertama Rainbow Warrior berlabuh di Indonesia. Kapal yang berlabuh di Tanjung Priok ini merupakan generasi ke 3. Rainbow Warrior I tenggelam setelah di bom Prancis. Rainbow generasi II sudah dipensiunkan karena usia. Uniknya Rainbow Warrior generasi III adalah kapal pertama yang dibuat oleh Greenpeace. Kedua kapal sebelumnya merupakan sumbangan dari para donatur.

Rainbow Warrior III merupakan kapal yang menerapkan teknologi ramah lingkungan. Sekitar 80% energinya menggunakan tenaga angin. Sedangkan selebihnya ditenagai oleh mesin konvensional. Berada di atas kapal, pengunjung dijelaskan tentang detil bagian dalam Rainbow Warrior, mulai dari tempat kapten mengemudikan kapal, hingga anjungan helipad, tempat pendaratan helikopter. Ternyata konsep kapal ramah lingkungan yang disuguhkan oleh Greenpeace ini merupakan penyemangat bagi produsen kapal dunia untuk menciptakan kapal yang lebih canggih dan ramah lingkungan untuk bumi yang lestari. (Yusuf Aprianto _ TRASHI). 

Selasa, 17 September 2013

Penyelam Bersihkan Sampah Kolam Patung Kuda

Kampanye publik untuk mengajak warga Jakarta
mengurangi sampah (foto: Yusuf Aprianto)

Transformasi Hijau kembali eksis di dunia kampanye lingkungan. Kali ini TRASHI eksis bareng Green Smile untuk kampanye tentang sampah di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Kampanye publik ini dilakukan di Bundaran Hotel Indonesia pada tanggal 15 September 2013.

Dalam rangka persiapan kampanye tersebut, pada tanggal 12 September diadakan persiapan di sekretariat Green Smile di Bendungan Hilir. Pada pertemuan itu dijelaskan tentang teknis pelaksanaan kampanye. Skenario kampanye itu adalah para peserta berjalan dari depan gedung UOB sampai Bundaran Patung Kuda. Awalnya rute perjalanan tersebut dirancang hanya sampai di Bundaran HI dan kemudian dilakukan aksi penyelaman di kolam air mancur 2 orang penyelam profesional untuk mengambil sampah di dalamnya. Menyelam di kolam air mancur ini merupakan kampanye publik bahwa kondisi lingkungan Jakarta saat ini sudah dipenuhi sampah. Tidak hanya di darat saja, serangan sampah ternyata sudah menyebar hingga ke perairan Kepulauan Seribu. Salah satu pulau yang terkena dampak bencana sampah yaitu Pulau Pramuka. Menurut perhitungan, hanya dalam 2 hari sampah Jakarta setara dengan Candi Borobudur. Sungguh miris mendengarnya namun itulah kenyataannya.

Pada hari pelaksanaan (15/09), aksi menyelam tidak bisa dilakukan di kolam Bundaran HI. So, penyelamanpun dipindah ke Bunderan Patung kuda. Jadinya kami berjalan dari depan Plaza UOB untuk mengajak warga Jakarta untuk ikut kami dan melihat aksi 2 orang penyelam profesional tersebut mengambil sampah di kolam Bunderan Patung Kuda.

Sebelum aksi kami mengumpulkan masa dengan membagikan goodie bag yang dapat ditukar dengan kantong plastik sebagai bentuk keikutsertaan dalam kampanye diet kantong plastik. 
Setelah masa banyak berkumpul, maka aksipun dimulai. Di lokasi sudah ada 2 Miss Scuba, yaitu Nendy dan Dayu yang menyemangati aksi para penyelam profesional tersebut. Dari aksi tersebut kami mendapatkan satu karung penuh sampah yang di ambil dari dalam kolam Patung Kuda tersebut. 

Kampanye ini adalah kegiatan pembuka untuk aksi bersih sampah di Pulau Pramuka (28/09). Kegiatan ini terbuka untuk umum. Untuk ikut bersih sampah pulau tersebut, silahkan menghubungi Green Smile. (Yusuf Aprianto - TRASHI)

Rabu, 11 September 2013

10 Langkah Menyulap Kardus Kemasan Jadi Kreasi Menarik

Kardus kemasan biasanya kita buang begitu saja. Padahal ada cara untuk memanfaatkannya. Jadi ingat jaman SD dulu, sering membuat lemari untuk baju boneka dari kardus kemasan ini. Walaupun hasilnya jauh dari kata bagus, tapi senang juga karena bisa membuat sendiri. 
Nah, kali ini kita akan meyulap kardus kemasan menjadi tempat menyimpan uang. 

Apa saja yang perlu disiapkan?
1. Kardus kemasan 
2. Kain/kertas untuk melapis 
3. Lem putih 
4. Lem tembak jika punya 
5. Gunting 

Cara Pembuatan
Cara Membuat : 
  1. Sisi kardus yang terbuka, di lem kembali dengan lem tembak atau lem putih
  2. Ukur sesuai ukuran uang lembaran 
  3. Gunting hingga seperti gambar di atas
  4. Siapkan kardus lain, sebagai penyekat dalam. Dua buah potongan kecil kardus, akan digunakan sebagai penahan sekat dalam supaya tidak bergerak.
  5. Taruh kardus tambahan untuk memastikan posisinya setelah di lapis. Potongan kecil kardus kita beri lem, dan letakkan pada sisi dalam kiri-kanan kotak.
  6. Siapkan kain atau kertas untuk pelapis. Di kreasi ini kita memakai kain perca batik papua (biru) dan katun warna pink. 
  7. Lapisi seluruh permukaan kardus tersebut dengan kain atau kertas
  8. Beri lem bagian bawah dan sisi kiri-kanan penyekat  
  9. Letakkan penyekat pada posisi yang diinginkan. Jika mengalami kesulitan, bisa menggunakan ujung gunting untuk menekan, supaya kedua permukaan menjadi lekat. 
  10. Taruh uang lembaran, posisi kardus bisa berdiri atau di rebahkan.

Lanjutan Cara Membuat
Cukup mudah ya. Silakan berkreasi untuk tempat-tempat cantik lainnya dari kardus kemasan. Salam CreaTRASHIty. Tim Bikinan Jari. (Wilda - TRASHI)

Selasa, 10 September 2013

Jakarta Bird Walk V: babeh, sampah, dan burung Hutan Kota Pesanggrahan!

Para peserta JBW V (foto: Desi Ayu Triana)
Jakarta (7/9), kembali ruang terbuka hijau menjadi incaran para kelompok pengamat burung, pegiat konservasi, fotografer, juga kalangan umum Jakarta dan sekitarnya yang ingin mengisi luang waktunya dengan pembelajaran alam. Kelima kalinya Jakarta Bird Walk ini berlangsung di pedalaman Lebak Bulus-Cinere, perjalanan panjang mencari plang penanda arah yang tak kunjung tampak, dan usaha tak kenal putus membuahkan hasil, tujuan yang dicari dapat ditemukan: Hutan Kota Pesanggrahan. Ternyata bukan sekedar bertittle hutan kota, nama lengkapnya Hutan Kota Pesanggrahan Sangga Buana Karang Tengah. 

Disambut monumen unik yang entah apa arti dari tonggak-tonggak berwujud kayu dengan bola dunia di pusat lingkaran tonggak, cukup membuat tak yakin ini adalah hutan kota. Sangat berbeda dengan hutan kota Srengseng kali lalu itu, di sini, HK Pesanggrahan memiliki pendopo-pendopo corak Betawi dan kandang ternak (ayam, kelinci, kambing, kuda, dan ikan), serta yang paling menarik adalah: alat super besar dari beton dan logam berada di gunungan sampah yang diratakan. Setelah ditanyakan pada Babeh Idin, tetuah di sana yang tak asing bagi pengamat telivisi, ternyata alat itu adalah alat pembakaran sampah agar sampah limbah dari kali pesanggrahan yang dikumpulkan tidak merusak ekosistem. Alat pembakaran itu merupakan karya anak bangsa, salah satu mahasiswa suatu sekolah tinggi yang mengabdi di RTH ini. 

Tentang Babeh tersebut, teman-teman pengamat memberitahukan bahwa beliau adalah orang aseli Jakarta yang sering muncul di program TV yang berhubungan dengan budaya Jakarta. Sempat mengobrol, ternyata beliau sangat tidak suka disebut orang Betawi. Baginya, Betawi bukanlah penduduk aseli Jakarta, Betawi adalah keturunan Cina dan atau Arab. Sedangkan beliau yang aseli pribumi Jakarta, akan sangat senang diakui sebagai orang Jayakarta yakni aseli kelahiran Sunda Kelapa yang kini bernama Jakarta. Miris mendengar cerita Babeh yang meskipun dalam nada tinggi khas orang tua kesal, tapi wajar amarah itu ada, seorang tua yang dari muda hingga umurnya sekarang 60 tahun telaten membersihkan sampah-sampah yang mengotori kali Bogor-Jakarta, kali Pesanggrahan meski tak ada yang membayarnya.

Uniknya, dalam gunungan sampah yang membuat kami terperangah itu, burung-burung pun masih mau bermain di sana. 1) Burung gereja eurasia (Passer montanus), 2) kutilang (Pycnonotus aurigaster), 3) tekukur biasa(Streptopelia chinensis), 4) walet linchi (Collocalia linchi), dan 5) layang-layang batu (Hirundo tahitica) hilir mudik di atas gunungan dan sisi-sisinya. Selain gunungan sampah yang hendak diolah tersebut, RTH ini memiliki beberapa wujud habitat burung. Ada habitat ladang yang berisi pohon-pohon singkong, tebu, dan pisang. Di batang-batang singkong yang rendah dapat kami temui burung 6) bondol peking (Lonchura punctulata) bertengger setelah mendapat biji-bijian rumput liar di sekitarnya, di daun pisang teramati 2-3 ekor H. tahitica yang terbang-bertengger-terbang-bertengger berkali-kali di daun yang sama, juga suara berisik 7) perenjak jawa (Prinia familiaris) terdengar dari arah batang-batang tebu. Habitat bantaran kali pun ada dengan kali pesanggrahan, yang menjadi spot beberapa masyarakat untuk memancing di luar pemancingan yang sudah disediakan dan biawak mencari makan, yang mengalir di tengahnya. Habitat bantaran ini dipenuhi dengan suara 8) cinenen pisang (Orthotomus sutorius) dan ketika diamati, burung kecil dan bawel ini berlompat-lompatan di antara ranting di pepohanan bantaran kali bercampur dengan 9) burung madu kelapa (Anthreptes malacensis) dan 10) burung madu sriganti (Cinnyris jugularis). Selain cinenen pisang dan kedua burung madu itu, sering kali juga terdengar suara 11) cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris) dan 12) raja udang biru (Alcedo coerulescens) di sekitar bantaran kali. Selain ladang dan bantaran, ternyata terdapat makam di RTH ini. Di pepohonan sekitaran makam teramati burung 13) perling kumbang (Aplonis panayensis). Juga terdapat pemancingan, burung 14) raja udang meninting (Alcedo meninting) dijumpai banyak orang di sini.

Selain burung-burung yang sudah disebutkan sebelumnya, ada lagi burung-burung yang ditemui oleh para pengamat hari itu yang mencapai 30 orang dari berbagai komunitas. Berikut daftar burung lainnya yang ditemui juga di RTH HK Pesanggrahan yaitu 15) wiwik kelabu (Cacomantis merulinus), 16) burung cabe jawa (Dicaeum trochileum), 17) kipasan belang (Rhipidura javanica), 18) merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier), 19) walet sarang putih(Collocalia fuciphaga), 20) cinenen kelabu (Orthotomus ruficeps), 21) cipoh kacat (Aegithina tiphia), 22) kareo padi (Amaurornis phoenicurus), 23) bondol haji (Lonchura maja), 24) cekakak sungai (Todirhampus chloris), dan25) sepah kecil (Pericrocotus cinnamomeus). Jadi, dari hasil pengamatan yang diperoleh pada JBW edisi September ini, (Sabtu, 7/9) pukul 07.00-10.00 WIB di Hutan Kota Pesanggrahan, Jakarta Selatan, dijumpai 25 spesies burung dari berbagai macam bentuk habitat yang terdapat dalam RTH tersebut. Dari ke semua burung, hanya seekor layang-layang batu (Hirundo tahitica) yang terbang gesit sangat rendah, yakni hanya sekitar 3-5cm dari permukaan gunung sampah yang rata.

Terimakasih untuk KPB Nectarinia UIN, KPB Nycticorax UNJ, Comata UI, Canopy UI, Pengamat Burung Indonesia, dan Transformasi Hijau. ketemu lagi di JBW ke-6 bulan depan di Taman Menteng dan Taman Honda, dan semoga lebih banyak lagi partisipannya, see ya! ;D (Desi Ayu Triana - TRASHI)

Sumber : Jakarta Bird Walk V: babeh, sampah, dan burung Hutan Kota Pesanggrahan! http://bit.ly/19CLrpA

Jumat, 06 September 2013

Undangan: Musim Berburu Burung September


Musim perburuan burung di ruang terbuka hijau Jakarta kembali digelar. Catat waktu dan lokasinya: 

Di mana?
Hutan Kota pesanggrahan, Jalan Karang Tengah Raya, Lebak bulus, Jakarta selatan

Kapan?
Sabtu, 7 September 2013 
Pukul 07.00 WIB  till drop

Meeting point?
Depan Batan, Lebak Bulus Pukul 06.30 WIB

Info lebih lanjut?
083893890968 (Agung)
089637462116 (Ika)

085693624287 (Meidi)

Perburuan ini gratis dan terbuka bagi warga negara Indonesia. Bagi yang punya kamera, buku panduan pengamatan burung dan binokuler, silahkan dibawa. Sampai jumpa di TeKaPe! (Hendra Aquan - TRASHI)


Rabu, 04 September 2013

Dalam 100 Tahun, 3.000 Hektar Mangrove Jakarta Hilang

Monyet ekor panjang (Macaca fasicularis),
 mamalia terakhir di hutan mangrove Jakarta
Ekosistem hutan mangrove di kota Jakarta terus mengalami penyusutan. Pada tahun 1900, Jakarta pernah memiliki hutan mangrove seluas 3.500 hektar. Enam dekade berikutnya, luasan tersebut berkurang menjadi 1.162,48 hektar. Sekitar 50 tahun kemudian, luasan tersebut menjadi 308,70 hektar. 

Berkurangnya luasan ekosistem hutan mangrove Jakarta yang tercatat, dimulai dari pembangunan jalan tol Sedyatmo pada tahun 1984. Keberadaan jalan tol yang membuka akses transportasi membuat pembangunan dan perkembangan kawasan sekitar tol Sedyatmo semakin cepat, seperti terjadinya pembangunan komplek perumahan mewah Pantai Indah Kapuk. 

Hilangnya ekosistem hutan mangrove Jakarta disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan yang dilegalkan. Contoh kasusnya adalah perubahan fungsi kawasan hutan Angke Kapuk. Pada tahun 1977, Menteri Pertanian dengan Keputusan Nomor 16/Um/6/1977 tanggal 10 Juni 1977 menyatakan bahwa kawasan hutan mangrove Angke Kapuk merupakan kawasan hutan lindung, hutan wisata, pembibitan dan Lapangan Dengan Tujuan Istimewa (LDTI). 

Pada 31 Juli 1982, keputusan tersebut mengalami perubahan, ketika Dirjen Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan kepada PT. Mandara Permai yang memutuskan perubahan fungsi hutan mangrove Muara Angke menjadi tempat pemukiman, kondominium, pusat bisnis, rekreasi dan lapangan golf. Luasan hutan mangrove Angke Kapuk yang diserahkan Menteri Kehutanan Soedjarwo kepada PT. Mandara Permai seluas 831,63 hektar yang akan dibangun untuk permukiman (487,89 hektar), bangunan umum mulai dari hotel, cottage, dan bangunan komersial lainnya (93,35 hektar), rekreasi dan olah raga (169,13 hektar) dan rekreasi air buatan (81,26 hektar). 

Berkat pengubahan fungsi secara legal tersebut, saat ini luas mangrove Jakarta yang tersisa adalah 308,70 hektar. Beberapa diantaranya berfungsi sebagai kawasan konservasi, seperti Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) dengan luas 25,02 hektar. Alih fungsi lahan dari hutan mangrove menjadi perumahan Pantai Indah Kapuk membawa dampak pada berkurangnya jumlah satwa liar. Pendataan keanekaragaman jenis satwa liar di SMMA yang dilakukan IPB pada tahun 1984 - 2002 didapatkan sekitar 95 jenis burung, 4 jenis reptilia dan 5 jenis mamalia. 


Luas kawasan mangrove tersisa di Jakarta (diolah dari berbagai sumber)

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh TRASHI di SMMA pada tahun 2010 - 2012 ditemukan 129 jenis burung baik migran maupun endemik dan 1 jenis mamalia Monyet ekor panjang (Macaca fasicularis). Jika dibandingkan dengan data tahun 1984 - 2002, kita melihat terjadi penurunan jumlah jenis mamalia. Setidaknya sejak tahun 1984, 3 jenis mamalia yaitu Kucing mangrove (Felis viverrina), Tenggarangan Herpentes javanicus) dan Anjing air (Lutrogale perspicillata) punah dari SMMA. Kepunahan ini berlanjut pada Lutung (Presbytis cristata). Pertemuan terakhir dengan jenis ini pada tahun 1988.

Punahnya beberapa jenis satwa liar tersebut dipicu oleh pembangunan yang dilakukan oleh PT. Mandara Permai. Pengubahan ekosistem rawa mangrove menjadi komplek perumahan telah mengubah fungsi ekologi hutan mangrove dan menyebabkan terjadinya fragmentasi kawasan hutan. Luasan hutan mangrove di SMMA yang tersisa sekarang praktis lebih sebagai hiasan saja. Pasalnya kawasan ekosistem hutan mangrove ini dengan kawasan serupa di sekitarnya, seperti Hutan Lindung Angke Kapuk, Taman Wisata Alam, Hutan Ekowisata dan Arboretum telah terfragmentasi. Pembangunan yang terjadi telah mengisolir satwa liar dan membatasi wilayah perburuan mereka untuk mencari makan dan berkembang biak.

SMMA sebagai suaka margasatwa terkecil di Indonesia memiliki peran yang cukup penting dalam menjaga kelestarian satwa liar beberapa jenis burung yang dilindungi undang-undang. Di dalam kawasan seluas 25,02 hektar ini setidaknya kita masih bisa menemukan beberapa jenis spesies burung terancam punah, seperti Pecuk ular asia (Anhinga melanogaster), Jalak putih (Sturnus melanopterus) dan Bubut jawa (Centropus nigrorufus)

Kelestarian satwa liar tersebut kini harus bersaing dengan beban sampah yang rutin masuk ke dalam kawasan setiap harinya dari Kali Angke. Kini, sampah tersebut sudah mengancaman kelangsungan hidup flora dan fauna yang ada di dalam benteng alam terakhir Jakarta. Perlu kepedulian dan aksi nyata dari warga Jakarta untuk menyelamatkan warisan alam terakhir ini. (Hendra Aquan - TRASHI)

Referensi:
a. Sejarah Kawasan Mangrove Muara Angke Jakarta 
b. Belajar dari Sejarah: Tentang Pantai Indah Kapuk 
c. Proyek Properti Jangan Gerus Kawasan Hutan 

Senin, 02 September 2013

Tanam Mangrove, Jaga Pulau dan Lestarikan Burung

Tumpukan sampah di antara bibit mangrove Pulau Rambut

Transformasi Hijau bersama Social Front Page dan HiLo Green Ambassador mengajak para pemenang kompetisi foto blog Aku dan Taman Kota melakukan ecotrip ke Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Sabtu (31/08). Pada ecotrip ini, para pemenang selain mendapatkan hadiah wisata pendidikan lingkungan juga melakukan aksi tanam mangrove di sisi timur Suaka Margasatwa Pulau Rambut.

"Akhirnya saya sampai juga di Pulau Rambut" ujar Nurul Amalia salah seorang pemenang kompetisi foto blog TRASHI. Nurul bercerita bahwa sejak tahun 2008 dia sudah mendengar tentang salah satu kawasan konservasi Jakarta ini, namun belum mendapat kesempatan untuk melihat keberadaan pulau ini dari dekat. Pengalaman mengikuti lomba photo blog lalu dan kesempatan berkunjung ke Pulau Rambut merupakan kesempatan yang tidak terlupakan tambahnya.

Sepanjang perjalanan menuju Pulau Rambut, para peserta mendapatkan pengalaman yang tidak terlupakan dengan alira sampah yang terdampar di muara Kali Angke. "Kapal yang kami naiki harus terhenti beberapa kali karena baling-baling tersangkut sampah plastik" ujar Citta Paramita peserta dari HiLo Green Ambassador. 

Pemandangan tebaran sampah rumah tangga juga dapat dilihat di pesisir pantai Pulau Rambut. Kawasan konservasi yang terkenal sebagai pulau burung tersebut mendapat kiriman sampah dari 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Beragam sampah seperti plastik kemasan, sandal, bambu hingga kasur dapat ditemui di pantai timur pulau. 

"Sampah yang masuk ke dalam rumpun mangrove di pantai timur itu karena hempasan ombak dari tanggal 24 - 29 Agustus lalu" cerita Muhammad Buang, seorang pegawai honorer Dinas Kehutanan DKI Jakarta. Buang mengatakan penanaman mangrove yang saat ini dilakukan di pantai untuk menahan laju abrasi pulau yang semakin cepat. "Tanggul beton yang dibangun oleh pemerintah di beberapa titik sudah jebol. Kami berharap, tanggul itu bisa kuat paling tidak 2 tahun lagi sambil menunggu rumpun mangrove yang kami tanam siap untuk menahan laju abrasi pantai" pungkasnya.

Sebagai bagian dari kegiatan pendidikan lingkungan dan kampanye publik, dalam kegiatan ecotrip ini para peserta diajak untuk melakukan penanaman 100 bibit mangrove yang didukung oleh HiLo Green Ambassador. Bibit mangrove yang ditanam ini merupakan bakau jenis Rhizopora stylosa. Kelak bibit ini sudah dewasa, akan bermanfaat untuk tempat berkembang biak burung-burung penghuni Pulau Rambut, sekaligus menjaga pantai dari abrasi air laut. (Hendra Aquan - TRASHI)



Kamis, 22 Agustus 2013

Jejak Sampah Jakarta di Kepulauan Seribu

Ikan ini mengira sampah plastik adalah makanan 
Data jumlah timbulan sampah Jakarta menunjukkan bahwa dalam sehari kita menghasilkan sampah sebanyak 29.000 meter kubik. Dalam tempo dua hari saja, warga Jakarta bisa membangun Candi Borobudur dari sampah kotanya. Ini merupakan fakta yang tidak bisa kita pungkiri.

Timbulan sampah tersebut, sejatinya jika dapat dikelola dengan baik tentu tidak akan menimbulkan masalah di lingkungan. Fakta di lapangan menunjukkan hal sebaliknya. Dari kegiatan Trash Buster pada 23 Juni 2013 lalu, peserta aksi bersih sampah di Suaka Margasatwa Muara Angke mampu mengumpulkan 1,46 ton sampah. Sampah yang sebagian besar merupakan sampah rumah tangga tersebut, terdiri dari plastik kemasan, styrofoam hingga kasur.

Sampah yang berada di SMMA masuk ke dalam kawasan melalui aliran Kali Angke yang berada tepat di samping kawasan. Pada jam-jam tertentu di pagi dan sore hari, saat warga membuang sampah, bisa kita lihat aliran sampah mengalir di permukaan Kali Angke. Jika kondisi air pasang, sebagian ada yang masuk ke dalam kawasan hutan mangrove. Sisanya, akan mengalir dengan bebasnya ke Teluk Jakarta.

Kali Angke adalah salah satu sungai dari 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta. Sampai saat ini dipercayai, jumlah sampah yang masuk ke Teluk Jakarta mencapai 100 ton. Jumlah yang sangat banyak tentunya. Sampah tersebut sebagian besar merupakan sampah anorganik yang susah terurai oleh linkungan.

Sampah yang mengalir ke Teluk Jakarta tersebut akan memberikan dampak yang luar biasa pada kelestarian ekosistem laut Kepulauan Seribu. Sampai saat ini kita bisa menemukan jejak sampah Jakara sudah masuk hingga zona inti Taman Nasional Kepulauan Seribu. Sampah Jakarta tersebut sudah melintas sejauh 70 Kilometer. Bayangkan untuk pulau-pulau yang berada tidak jauh dari muara sungai di Jakarta, Bekasi dan Tangerang. Berapa banyak jumlah sampah yang terdampar di dasar lautnya, atau yang mengotori pantainya.

Dari hasil pengamatan bawah laut, sampah yang sebagian besar plastik tersebut banyak menyebabkan kerusakan ekosistem bawah air. Banyak lilitan sampah plastik di sekitaran terumbu karang. Jika terumbu karang rusak, maka bisa dipastikan jumlah ikan pasti menurun.

Sampah dan perilaku manusia ini masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi warga kota Jabodetabek. Kita harus mencari jalan keluar yang terbaik agar mahluk hidup lain tidak terancam dengan keberadaan sampah kita di lingkungan. Apakah rekam jejak sampah kita sudah bersih? Atau justru kita menjadi penyumbang sampah kemasan plastik yang merusak terumbu karang Kepulauan Seribu. (Hendra Aquan - TRASHI)

Rabu, 21 Agustus 2013

Burungpun Rayakan Hari Kemerdekaan di Muara Angke


Sudah kesekian kalinya saya menjenguk Suaka Margasatwa Muara Angke, baik itu untuk pengamatan burung ataupun untuk kegiatan lainnya. Setiap kali menapaki tangga memasuki kawasan ini selalu terasa berbeda. Tidak terkecuali kali ini, bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 68.

Memasuki kawasan, sudah banyak bilah papan pijakan yang rapuh bahkan hancur sehingga harus ekstra hati-hati jika tidak ingin terjerembab. Suasana semarak dengan kicauan burung sudah mulai terdengar bahkan sebelum memasuki daerah yang dulu memiliki status cagar alam ini.

Selama dua jam lebih melakukan pengamatan sejak pukul 07.15 menghasilkan pertemuan yang menggembirakan, meskipun hanya melakukan pengamatan terkonsentrasi di satu titik saja. Sampai jam 10.00, saya berhasil melihat tiga grup Jalak Putih melintas dari arah utara ke selatan dalam selang waktu yang berbeda dengan total sejumlah 12 ekor. Selain itu terlihat juga seekor Bubut Jawa terbang masuk ke semak-semak di rumpun gelagah tidak jauh dari rumah pengamatan burung.

Menyenangkan di hari sakral bagi bangsa Indonesia ini masih bisa menjumpai burung-burung asli pulau Jawa hidup bebas di hutan Jakarta yang tidak bisa disebut luas lagi. (Edy Sutrisno - TRASHI)

Selasa, 20 Agustus 2013

Mengenal Taman Kota Jakarta Melalui Foto

Kompetisi Photo Blog Aku dan Taman Kota yang dilaksanakan oleh TRASHI, Social Front Page dan HiLo Green Ambassador merupakan kompetisi yang digelar pertama kali oleh TRASHI. Dari pelaksanaan kompetisi pertama ini, minat para peserta untuk mengirimkan hasil karya mereka sangat luar biasa. Hal ini harus diapresiasi sebagai bentuk kepedulian warga kota akan keberadaan taman kota.

Dari kegiatan pertama ini, telah terkumpul sebanyak 35 buah karya foto. Para juri yang melakukan penilaian membutuhkan waktu sekitar 2 hari untuk para pemenang diumumkan ke pada publik. Hal ini dikarenakan bagusnya foto yang masuk serta para juri harus mencermati isi narasi yang disertakan bersama foto.

Berikut beberapa foto yang menjadi pemenang kompetisi ini:



Daftar pemenang kompetisi adalah sebagai berikut:
1. Joko Siswanto (Jakarta Kelabu)
2. Viants Nich (Riang Gembira di Taman Kota)
3.Iqbal Hariadi Putra (Bersepeda di Taman Kota)
4. IPutu Eka Prana Yoga (Aksi Hijau dalam membersihkan taman sekitar Patung Pancoran)
5. Nurul Istii Amaliia  (Taman Kota Objek Wisata tak Menghalangi Ekosistem)
6. Gunawan (“Safe” Jakarta with GO GREEN)
7.Putri Jasari Dona (Piknik di Taman Kota)

Ke tujuh orang pemenang di atas akan mendapatkan hadiah trip ekowisata ke Pulau Rambut dari Social Frontpage dan TRASHI. Pulau Rambut merupakan pulau konservasi yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam DKI Jakarta. Di pulau seluas 45 hektar ini, peserta akan mendapatkan pemanduan pendidikan lingkungan tentang ekosistem Pulau Rambut. Setelah puas mengenal ekosistem pulau, peserta akan diajak menanam mangrove bersama HiLo Green Ambassador. Selain itu para juri akan berbagi cerita dan teknik fotografi kepada para peserta. (Hendra Aquan - TRASHI)

Selasa, 13 Agustus 2013

Kompetisi Photo Blog TRASHI

Foto Kompetisi Photo Blog Aku dan Taman Kota

Kompetisi Photo Blog Aku dan Taman Kota merupakan kegiatan yang digagas oleh Transformasi Hijau dan didukung oleh Social Front Page serta HiLo Green Ambassador. Kegiatan yang diselenggarakan sejak 29 Juli hingga 12 Agustus 2013 ini cukup diminati peserta. 

Kompetisi ini diadakan dalam rangka untuk menyebar luaskan semangat bertaman bagi warga kota Jakarat dan sekitarnya. Foto-foto yang diunggah peserta melalui situs socialfrontpage.com/trashi ini juga disertai dengan narasi singkat tentang taman kota yang ditampilkan dalam foto yang dilombakan.

Hingga perlombaan ini ditutup pada 12 Agustus lalu, tercatat ada 32 orang peserta yang sudah mengirimkan karyanya. Jumlah keseluruhan foto yang diterima oleh panitia sebanyak 35 buah. Foto yang diperlombakan tersebut mengambil sudut pandang yang beragam. Ada kegiatan piknik, bermain musik, olah raga hingga pre wedding.

Saat ini foto yang sudah masuk sedang dalam tahap penilaian oleh dewan juri. Juri kompetisi ini terdiri dari Henry Adam, Ady Kristanto dan Anastasia Merie. Para pemenang akan diumumkan pada tanggal 15 Agustus 2013.

Dari 35 foto yang sudah dikirimkan, panitia akan mengambil 7 orang pemenang. Penilaian tidak hanya berdasarkan pada keindahan foto saja, namun juga mempertimbangkan narasi yang disertakan sebagai penjelas foto.

Pemenang akan difasilitasi oleh TRASHI untuk mengikuti ecotrip ke Pulau Rambut. Pada ecotrip ini, peserta akan mendapatkan workshop fotografi dari para juri, pemanduan pengenalan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, serta bonus menanam mangrove. Ecotrip yang rencananya akan dilakukan pada tanggal 17 Agustus, terpaksa diundur menjadi tanggal 31 Agustus. Pemunduran ini berhubung Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) belum bisa diterbitkan oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam DKI Jakarta hingga Senin, 19 Agustus. (Hendra Aquan - Transformasi Hijau)


Rabu, 07 Agustus 2013

Jakarta Bird Walk IV: Senayan rame!

Foto: Willi Ekariyono
Jakarta - Pengamatan burung rutin tiap awal bulan di ruang terbuka hijau (RTH) diadain lagi, ini kali keempat. Sabtu (3/8) Jakarta Bird Walk (JBW) edisi Agustus diadakan di Gelora Bung Karno (GBK), Senayan. Bedanya karena ini bulan ramadhan dimana mayoritas pengamat sedang berpuasa, maka pengamatan diadakan sore hari, ya hitung-hitung ngabuburit. Kumpul sejak pukul 15.00 WIB di parkiran masjid Al-Bina, seberang hotel atlet century. Satu per satu para pengamat dari berbagai komunitas berdatangan. Pukul 16.30 WIB pengamatan dimulai dengan membagi 28 orang pengamat menjadi dua tim besar. Rute pengamatan terbagi menjadi sayap sebelah kanan masjid Al-Bina dan sayap kiri masjid Al-Bina, di dalam kawasan GBKnya. Pukul 17.30 WIB semua pengamat berkumpul kembali di posisi awal, hanya bergeser sedikit tapi masih di sederet parkiran masjid.

Hasil spesies burung-burung yang berhasil diidentifikasi, yakni:
1. Betet Biasa (Psittacula alexandri
2. Burung Madu Sriganti (Cinnyris jugularis
3. Cabe Jawa (Dicaeum trochileum
4. Caladi Ulam (Dendrocopus macei
5. Cekakak Sungai (Todirhamphus chloris)
6. Cinenen Jawa (Orthotomus sepium
7. Cinenen Kelabu (Orthotomus ruficeps
8. Cipoh Kacat (Aegithina tiphia
9. Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster
10. Burung Gereja Eurasia (Passer montanus
11. Kapinis Rumah (Apus affinis
12. Kepudang Kuduk-Hitam (Oriolus chinensis
13. Kerak Ungu (Acridotheres tristis
14. Kipasan Belang (Rhipidura javanica
15. Layang-layang Batu (Hirundo tahitica
16. Merpati Batu (Columba livia
17. Punai Gading (Treron vernans
18. Remetuk Laut (Gerygone sulphurea
19. Takur Ungkut-ungkut (Megalaima haemacephala
20. Tekukur Biasa (Streptopelia chinensis
21. Walet Linchi (Collocalia linchi
22. Walet Sarang Putih (Collocalia fuciphaga

Sebenarnya ada juga beberapa pengamat yang melihat dan mendengar suara kakatua, sayangnya karena tidak ada yang sempat melihat dengan sangat jelas, maka tidak dicantumkan sebagai spesies ke-23 yang teriden, belum ada yang dapat memastikan kakatua yang terbang lewat itu kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea) atau bukan. Dugaan, kakatua itu adalah lepasan karena ia hanya terbang sendiri. Dari hasil pengamatan, selain burung gereja eurasia (P. montanus)  tentunya, burung betet biasa (P. alexandrimendominasi kawasan senayan. Suara betet biasa yang berisik itu sangat ramai berkumandang di langit GBK. 

Selain itu juga yang unik, ada banyak takur ungkut-ungkut (M. haemacephala) yang dengan mudah terlihat karena jumlahnya banyak dan sepertinya sudah terhabituasi dengan kawasan RTH tersebut yang tak pernah sepi sehingga mereka tak sensitif dengan pengamat yang memperhatikannya rebutan batang tengger, memberi makan anak, atau sekedar keluar-masuk sarangnya. Yang tidak biasa untuk saya pribadi adalah melihat begitu banyak kapinis rumah (A. affinis) yang semakin gelap langit karena matahari ingin berganti shift dengan sang bulan, semakin banyak gerombolan (flock) kapinis rumah berterbangan di atas langit tempat para pengamat bersiap berbuka puasa bersama di emperan areal GBK tersebut.

pose jungkir balik induk M. haemacephala menyuapi anak

Pengamatan diakhiri dengan foto bersama, all participants from Jakarta Bird's Society, Kakatua Indonesia, KPB Nycticorax UNJ, KPB Nectarinia UIN, KPP Tarsius UIN, Comata UI, Canopy UI, BBC UNAS, Bionic UNY, Haliaster UNDIP, Transformasi Hijau, Field Herping Indonesia, Jakarta Birder, dan Indonesia Wildlife Photographers. Kami ber-28 dan semoga bulan depan (7/9) di Hutan Kali Pesanggrahan akan terus bertambah jumlah pengamat yang berpartisipasi dalam JBW! see ya \o/

Penulis  : Desi Ayu Triana