Rabu, 24 Agustus 2011

Burung di Belantara Beton Jakarta

Selasa (23/8/2011). Jakarta, sebagai ibu kota negara sangat identik dengan gedung-gedung megah yang sudah merampas ruang terbuka hijau. Kesan hijau dan asri seakan jauh dari kota Jakarta. Namun ternyata, di balik hutan beton tersebut kita masih bisa menemukan beragam jenis burung. Kehadiran burung di beberapa ruang terbuka hijau Jakarta memberikan kesan keasrian tersendiri. Demikian papar Ady Kristanto koodinator Jakarta Birdwatcher Society (JBS).


JBS atau lebih dikenal sebagai birdwatcher Jakarta merupakan komunitas pengamat burung yang beranggotakan mahasiswa dan siswa SMA. Dalam rangka peluncuran buku "Burung Ibu Kota", JBS mengundang beberapa lembaga mitra, antara lain Transformasi Hijau, KPB Nycticorax, Teens Go Green, Raptor Indonesia, Peta Hijau Jakarta, UKF - IPB, KSHL Comata UI, BBC UNAS, KSPL Chelonia, KSEP, Lutung FSP dan Biologi UNAS.


"Jakarta mempunyai potensi keberagaman jenis burung yang tinggi. Sampai saat ini, dari beberapa pengamatan yang sudah dilakukan, ditemukan setidaknya 135 jenis burung. Sebarannya bisa ditemukan dari kawasan pesisir sampai kota" ujar Ady. Potensi tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan teman-teman muda Jakarta untuk terlibat dalam kegiatan pelestarian burung di Jakarta, pesan Ady bagi para peserta peluncuran buku ini.


Jika dibandingkan dengan animo anak muda kota lain, seperti Yogyakarta, kegiatan pengamatan burung yang dilakukan oleh anak muda Jakarta, misalnya beberapa pengamat burung tingkat SMA Jakarta sudah mulai nampak. Demikian cerita Asman Purwanto, perwakilan Raptor Indonesia.


Pada kesempatan ini, Najib Rifai seorang pengamat burung SMK 36 bercerita bahwa pengamatan burung adalah kegiatan yang menarik, karena kita bisa belajar berbagai jenis burung di lapangan, tidak hanya membaca melalui buku saja. "Sebagai anak muda, sudah saatnya kita melestarikan jenis burung Jakarta. Pengamatan burung merupakan bentuk kepedulian kita untuk menjaga kelestarian alam. Burung mempunyai peran penting bagi kita, karena itu jangan menyiksa burung" jelas Najib.


"Buku Burung Ibukota ini dikemas secara sederhana untuk kebutuhan pengenalan praktis yang mudah digunakan untuk para pengamat burung pemula. Buku dengan halaman full color ini tidak hanya menjelaskan keunikan setiap burung yang bisa ditemui di Jakarta, namun juga memberikan tips praktis cara pengamatan burung di lapangan" ujar Ady. (Hendra Aquan - TRASHI)

Rabu, 03 Agustus 2011

Penyelamatan Hutan Mangrove Terakhir di Kota Jakarta

TRASH BUSTER Bersihkan Bumi, Bersihkan Hati Jelang Ramadhan.

Jargon inilah yang didengungkan oleh teman-teman Transformasi Hijau (TRASHI) sebuah komunitas pendidikan lingkungan hidup Jakarta yang kembali mengadakan TRASH BUSTER yaitu Aksi Bersih Sampah Hutan Mangrove Jakarta dengan partisipan kaum muda dalam aksi bersama “Bersihkan Bumi, Bersihkan Diri”

Penyelamatan Hutan Mangrove Terakhir di Kota Jakarta.

Kegiatan aksi bersih sampah ini diadakan pada hari Minggu 31 Juli 2011 di lokasi Mangrove Hutan Lindung Muara Angke Kapuk.

Hutan Mangrove Muara Angke Kapuk sendiri merupakan Hutan Mangrove Terakhir di kota Jakarta yang masih eksis dan bertahan walaupun dipepet terus oleh alih fungsi lahan pembangunan perumahan mewah daerah Kapuk dari tahun 80′an sampai sekarang dan dengan kondisi kritis bertahan dari gempuran sampah dan limbah sungai dari kota Jakarta.
Sampah dan limbah sungai sangat berpengaruh menggangu pertumbuhan pohon bakau dan menutup akar pernafasannya hingga sekarat dan mati.

Akses menuju Hutan Mangrove Muara Angke sekarang memang agak tersembunyi, dikepung rapat oleh perumahan mewah daerah Kapuk, hal inilah yang juga mempengaruhi daerah ini kurang begitu dikenal dan dikunjungi oleh para pelajar Jakarta dalam pendidikan pengenalan lingkungan hidup.

Hutan Mangrove yang tersisa sekarang mencakup Suaka Margasatwa (25,02 Ha) di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA DKI Jakarta) dan Hutan Lindung Angke Kapuk (44,76 Ha) di bawah pengelolaan Dinas Pertaniaan dan Kehutanan DKI Jakarta, serta beberapa blok kecil Mangrove sekitar jalan Tol Sedyatmo yang dijadikan ekowisata.

Fungsi penting hutan Mangrove seperti terabaikan dengan bertambahnya urban penduduk yang terus menggerus luas hutan di ujung pesisir Jakarta ini, fungsi penting itu diantaranya:

- Pelindung pantai penahan abrasi , penahan banjir dan gelombang laut.
- Mencegah intrusi air laut ke daratan (habisnya mangrove disinyalir sebagai salah satu penyebab telah merembesnya air laut samapi ke kawasan Monas di Jakarta Pusat)
- Sebagai habitat satwa , burung-burung, ikan, reptil dan biota perairan lainnya.
- Meningkatkan produktifitas sumber pangan perairan.
- Pendidikan, laboratorium hidup penelitian dan ekowisata.

Walaupun prihatin dengan kondisi hutan Mangrove yang penuh sampah dan perairan hitam yang berbau busuk karena limbah, Aksi pembersihan dan mulung sampah ini sendiri terasa seru dengan canda tawa kaum muda yang memang rata-rata masih pelajar dan mahasiswa.

Berbagai macam bentuk sampah dapat ditemui disini mulai dari Sarung, potongan celana dalam, bra, bekas mainan plastik, kasur, hingga kondom, ban mobil dan kemasan plastik produk makanan, sabun, sampo dari perusahaan besar yang kerap menyerukan jargon “Ramah Lingkungan”, hal ini membuat para peserta prihatin sekaligus geli dan menjadi olok-olok para peserta atas penemuaan sampah-sampah ajaib tersebut.

Perburuan sampah yang dimulai dari jam 8 pagi hingga jam 12 siang di 3 titik ini berhasil mengumpulkan sampah sebanyak 53 karung besar sampah plastik, 7 karung besar sampah STYROFOAM dan 1 ban mobil dengan total berat 1,017 Ton.

Kegiatan Transformasi Hijau kali ini diikuti sekitar 50 orang. yang umumnya adalah para pelajar yang tergabung dalam pasukan muda Transformasi Hijau yaitu Young Transformer (pelajar Jakarta SMK 50, SMA 13, SMAN 32, SMKN 29, SMKN 56) dan dari berbagai komunitas seperti Green Camp Halimun, Trem Kota, Teens Go Green, JSN, UIN Jakarta dan MIPA UI.

Kegiatan rutin mereka di hutan Mangrove selain mulung sampah adalah hobi penelitian dan pengamatan satwa seperti burung, reptil, amphibi serta mamalia.

Menurut Ady Kristanto, salah satu pentolan Transformasi Hijau, mereka berhasil mendata species yang berhasil survive di Mangrove Muara Angke walaupun dalam kondisi kritis dan mengkhawatirkan antara lain 106 jenis Burung, 5 jenis Amphibi (katak), 12 jenis Ular, 3 jenis Cicak, 1 jenis tokek, 1 jenis kadal dan biawak, sedangkan mamalia masih terdapat Berang-berang, Tikus Rawa, Bajing Kelapa dan Monyet Ekor Panjang.

Saya berharap Hutan Manggrove Muara Angke lebih mudah diakses oleh warga Jakarta sebagai tempat pendidikan lingkungan hidup tanpa harus mengurus perizinan yang ribet dan dapat mengurus perizinan di lokasi, bukan nya mengurus jauh di kantor BKSDA Jl. Salemba Jakarta.

Dan ntuk menjaga kelestarian pengunjung dapat dikutip retribusi dan pendampingan oleh petugas Jagawana di dalamnya.

Semoga Mangrove Jakartaku tetap lestari……..

Foto dan Tulisan: Sudirman Asun
Artikel selengkapnya:
http://green.kompasiana.com/polusi/2011/08/03/penyelamatan-hutan-mangrove-terakhir-di-kota-jakarta/