Adalah
sebuah berkah tersendiri jika kami mendapatkan sebuah rumah-huni sementara yang
memiliki halaman belakang, meski tidak terlalu luas. Ah, jangan bayangkan
halaman belakang yang tertata rapi luar biasa dengan air mancur bertingkat,
lampu taman, atau tempat minum burung. Teras belakang rumah kami dipenuhi
dengan barang-barang yang tak terpakai atau belum dipakai; alat pel, ember cucian,
kandang ayam dan burung yang dibiarkan kosong bertahun-tahun kemudian diisi
saja dengan botol-botol bekas, ember bocor, pagar rusak, dan sebagainya.
Tapi seperti
biasa. Tentu ini juga adalah sebuah pilihan; apakah membiarkannya terbengkalai
begitu saja sampai ditumbuhi semak belukar dan rumput tinggi-tinggi, melakukan
perombakan dengan mengaspalnya dan menjadikan halaman belakang itu sebagai
tempat jemuran sekaligus tempat parkir sepeda motor, atau menanaminya dengan
berbagai tumbuhan.
Syukur,
pilihan kami 12 tahun lalu adalah yang terakhir disebutkan, mengingat
pengertian “nikmat” bagi kami sejak dulu adalah sebuah kesederhanaan makan di
rerumputan atau di bawah pohon alias ruang terbuka.
Bagi kami, terutama pasukan sepupu, halaman belakang
menjadi tempat favorit untuk sekedar duduk-duduk saja. Tempat kami menyapu atau
memunguti daun yang berjatuhan, tempat kami bermain, dan tempat kami melahap
makanan yang semuanya kami keluarkan dari dalam rumah; biasanya berupa tahu dan
tempe goreng, jeruk, keripik, peyek, kue sisa lebaran, ataupun risol pemberian
tetangga.
serbuan besar-besaran |
Kadang kami
melakukan rencana untuk membuat pesta kebun kecil. selengkapnya...
diambil dari blog Yulia Endah S.; rumahijaubelokiri.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar