Pemanfaatan Danau Tempe oleh Warganya (Foto: http://bit.ly/zsC6bP) |
Danau Tempe, Sulawesi Selatan, adalah salah satu ekosistem lahan basah unik karena memiliki hubungan dengan beberapa danau kecil di sekitarnya seperti Danau Sidenreng dan Danau Buaya yang dianggap sebagai satu kesatuan ekosistem Danau Tempe. Danau Sidenreng termasuk ke dalam kawasan Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), sedangkan Danau Buaya masuk ke dalam kawasan Kabupaten Wajo. Danau Tempe dikelilingi oleh tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Wajo, Sidrap dan Soppeng. Saat musim banjir, luas Danau Tempe mencapai 30.000 hektar. Namun, saat kemarau, danau ini menyusut menjadi 10.000 ha.
Seumur dengan perkembangan budaya manusia di sekitar Danau Tempe, setua itulah sejarah perikanan di sana. Masyarakat sejak lama memanfaatkan sumberdaya ikan di Danau Tempe untuk kebutuhan gizinya. Di era tahun 1970an, Danau Tempe adalah salah satu pemasok utama kebutuhan ikan konsumsi di Jawa. Bahkan Danau Tempe sempat menjadi sumber terbesar ikan sidat untuk kebutuhan ekspor Indonesia. Danau Tempe memang memiliki cukup ragam sumberdaya ikan, antara lain ikan sidat dan ikan bungo atau beloso. Selain ikan konsumsi, Danau Tempe juga punya ikan hias air tawar yaitu Binishi (Oryzias celebensis) dan Celebes Rainbow (Telmatherina ladigesi). Pemasaran keduanya mencapai benua Eropa dan Amerika.
Dari sisi lingkungan, Danau Tempe memiliki arti penting. Selain sumberdaya ikan, ekosistem riparian di sekitarnya merupakan habitat berbagai jenis burung. Beberapa adalah burung migran yang melintasi antar benua dan singgah di danau tersebut di musim tertentu. Sebagian jenis burung masuk dalam Apendiks I dan II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species), sebuah konvensi tentang perdagangan internasional atas hewan-hewan terancam punah. Bagi masyarakat sekitar, Danau Tempe adalah sumber kehidupan. Kandungan airnya menjamin keberadaan air tanah untuk minum dan mandi. Lahan di sekitar Danau Tempe tergolong subur. Kabupaten Sidenreng Rappang adalah lumbung padi bagi masyarakat Sulawesi Selatan dan sekitarnya. Semua tidak terlepas dari sistem lingkungan antara perairan Danau Tempe, sungai yang masuk dan keluar darinya serta daratan di sekitarnya.
Namun keindahan dan kemampuan Danau Tempe dalam menopang kehidupan masyarakat di sekitarnya memudar seiring berjalannya waktu. Danau Tempe mengalami pendangkalan, itulah kesimpulan banyak ahli lingkungan. Saat kemarau, airnya menyusut sangat drastis hingga danau yang mengering menjadi sumber konflik dalam pengusahaan pertanian. Saat musim hujan dan banjir, rumah panggung penduduk pun terendam. Seolah memaksa penduduk berhenti beraktivitas.
Belasan bahkan puluhan diskusi, forum, kajian, survey dan penelitian sudah dilakukan di danau kebanggaan masyarakat Bugis ini. Namun penduduk berkata bahwa tidak ada satu pun realisasi dari hasil penelitian tersebut. Mereka mungkin memang tidak mengerti seluk-beluk ekosistem dan istilah-istilah populernya. Apa yang mereka pahami adalah bahwa alam seharusnya menjadi wakil Tuhan sebagai pemenuh kebutuhan hidup manusia, bukan sebaliknya.
Sempat ada rencana pembuatan bendungan terapung di Sungai Cenrana, saluran keluar air dari Danau Tempe menuju laut di Teluk Bone. Sebagian masyarakat di hilir setuju dengan alasan supaya mereka tidak kebanjiran lagi. Sebagian masyarakat di tempat lain menolak keras dengan alasan bendungan akan memperparah pola aliran air Danau Tempe dan menghapuskan mata pencaharian mereka. Namun satu yang hampir pasti, bendung akan memutus jalur migrasi ikan sidat lalu memunahkannya.
Apa pun rencana yang sedang disusun dan segala analisanya, masyarakat Danau Tempe berharap danau itu dapat memberi kembali keberkahan seperti masa lalu. “Dulu, dengan menjadi nelayan, saya bisa berangkat naik haji,” ujar salah seorang nelayan. Ya, semoga kelak ada lagi kemurahan Danau Tempe bagi masyarakat di sekitarnya. (Wiwin - Volunteer Komunitas Ciliwung Condet)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar